PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transportasi fluida merupakan salah
satu operasi teknik kimia yang sering
digunakan dalam industri, karena bahan baku dalam industri banyak yang
berupa fluida. Sistem perpipaan digunakan untuk tempat mengalirnya suatu
fluida. Fluida merupakan suatu zat yang tidak dapat menahan perubahan bentuk secara permanen, jika diberikan
sedikit gaya terhadapnya tidak bisa mempertahankan bentuknya. Fluida cair yang
mengalir dalam sistem perpipaan dalam industri akan mengalami kehilangan energi
karena adanya gesekan antara fluida dengan pipa. Hilangnya energi pada fluida
dalam sistem perpipaan dapat pula disebabkan karena adanya gesekan, belokan,
kontraksi, ekspansi. Besarnya
gesekan yang terjadi tergantung pada kecepatan, diameter dan viskositas fluida
yang digunakan. Gesekan yang terjadi dapat mempengaruhi aliran fluida dalam
pipa, aliran ini dapat terjadi secara laminar atau turbulen yang nilainya dapat
didekati dengan bilangan Reynolds.
1.2
Tujuan Percobaan
1.
Memahami
dan mengerti tentang pola aliran fluida
2.
Mengukur
debit dan preassure drop aliran
fluida di dalam pipa.
3.
Membuat
kurva head loss versus kecepatan
linear aliran fluida
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem perpipaan dapat ditemukan
hampir pada semua jenis industri, dari sistem pipa tunggal yang sederhana
sampai sistem pipa bercabang yang sangat kompleks. Contoh berbagai sistem
perpipaan adalah sistem distribusi air minum pada gedung atau kota, sistem
pengangkutan minyak dari sumur bor ketangki penyimpan, sistem penyaluran oil,
sistem distribusi udara pendingin pada suatu gedung, sistem distribusi uap pada
proses pengeringan dan lain sebagainya. Sistem perpipaan meliputi semua
komponen dari lokasi awal sampai dengan lokasi tujuan, antara lain yaitu
saringan (strainer), katup atau valve, sambungan nosel dan sebagainya.
Sambungan dapat berupa sambungan penampang tetap, sambungan penampang berubah,
belokan (elbow) atau sambungan bentuk
T (Geankoplis,1993)
2.1 Fluida
Fluida adalah suatu zat yang tidak
dapat menahan bentuk secara permanen yang dapat mengalami perubahan bentuk
mengikuti ruang yang ditempatinya. Terdapat dua jenis fluida, yakni : fluida
termampatkan dan fluida tak termampatkan. Fluida mampu termampatkan (compressible) ialah ketika densitas
fluida mudah dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan tekanan. Fluida tak
termampatkan (incompressible) ialah
ketika densitas fluida tersebut tidak terpengaruh oleh banyaknya perubhan
tekanan dan suhu. Fluida yang bergerak (mengalir) akan membentuk suatu pola
aliran tertentu (Giles,1986).
2.2 Tipe Aliran fluida
Ada tiga tipe aliran fluida didalam pipa, yaitu :
1.
Aliran
Laminer
Aliran ini merupakan aliran fluida dengan
kecepatan rendah. Partikel-partikel fluida mengalir secara teratur dan sejajar
dengan sumbu pipa. Reynold menunjukkan bahwa untuk aliran laminer berlaku
Bilangan Reynold, NRe < 2100. Pada keadaan ini juga berlaku hubungan head loss berbanding lurus dengan
kecepatan linear fluida. Aliran laminar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Terjadi
pada kecepatan rendah.
b.
Fluida
cenderung mengalir tanpa adanya pencampuran lateral.
c.
Berlapis-lapis
seperti kartu.
d.
Tidak
ada arus tegak lurus arah aliran.
e.
Tidak
ada pusaran (arus Eddy)
2.
Aliran
Transisi
Aliran ini merupakan aliran fluida dengan
kecepatan diantara kecepatan linear dan kecepatan turbulen. Aliran berbentuk
laminar atau turbulen sangat tergantung oleh pipa dan perlengkapannya. Reynold
menunjukkan bahwa untuk aliran transisi berlaku hubungan bilangan Reynold, 2100
< NRe < 4000 (Giles,1986).
2.3 Bilangan Reynold dan Jenis Fluida
Bilangan Reynold adalah bilangan tanpa dimensi
yang nilainya bergantung pada kekasaran dan kehalusan pipa sehingga dapat
menentukan jenis aliran dalam pipa. Profesor Osborne Reynolds menyatakan bahwa
ada dua tipe aliran yang ada di dalam suatu pipa yaitu :
1.
Aliran
laminar pada kecepatan rendah dimana berlaku h Îą v
2.
Aliran Turbulen pada kecepatan tinggi dimana berlaku h Îą vn
Dalam penelitiannya, Reynolds mempelajari
kondisi dimana satu jenis aliran berubah menjadi aliran jenis lain, dan bahwa
kecepatan kritis, dimana aliran laminar berubah menjadi aliran turbulen. Keadan
ini bergantung pada empat buah besaran yaitu: diameter tabung, viskositas,
densitas dan kecepatan linear rata-rata zat cair. Lebih jauh ia menemukan bahwa
ke empat faktor itu dapat digabungkan menjadi suatu gugus, dan bahwa perubahan
jenis aliran berlangsung pada suatu nilai tertentu gugus itu. Pengelompokan variabel
menurut penemuannya itu adalah:
đđ
đ =đ đ đˇ
|
.....................................................(1)
|
|
đ
|
||
Dimana
: D = Diameter pipa (m)
V = Kecepatan rata-rata zat cair (m/s)
Îŧ = Viskositas zat cair (kg/m.s)
Ī = Densitas zat cair (kg/m3)
Gugus variabel tanpa dimensi yang didefinisikan
oleh persamaan di atas dinamakan Angka Reynolds (Reynold’s Number). Aliran laminar selalu ditemukan pada angka
Reynold di bawah 2.100, tetapi bisa didapat pada angka reynold sampai beberapa ribu,
yaitu dalam kondisi khusus dimana lubang masuk pipa sangat baik kebundarannya
dan zat cair di dalamnya sangat tenang. Pada kondisi aliran biasa, aliran itu
turbulen pada angka Reynolds di atas kira-kira 4.000. Terdapat suatu daerah
transisi yaitu pada angka Reynolds antara 2100 sampai 4000, dimana jenis aliran
itu mungkin laminar dan mungkin turbulen, bergantung pada kondisi di lubang
masuk pipa dan jaraknya dari lubang masuk. Berdasarkan pengaruh tekanan
terhadap volume, fluida dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1.
Fluida tak termampatkan (incompressible),
pada kondisi ini fluida tidak mengalami perubahan dengan adanya perubahan
tekanan, sehingga fluida tak termampatkan.
2.
Fluida termampatkan (compressible),
pada keadaan ini fluida mengalami
perubahan volume dengan adanya perubahan tekanan. Contoh fluida compressible adalah gas dan uap.
Untuk fluida incompressible berlaku persamaan umum
Bernouli, yang dapat diturunkan dari persamaan neraca energi, yaitu:
.......................................... (2)
dengan:
ÎZ : beda tinggi sistem
perpipaan pada titik 1 dan titik 2, ft
g :
gaya gravitasi, 32,2 ft/detik2
gc :
konstanta gravitasi 32,2 lbm.ft/lbf.det2
ÎV : beda kecepatan linier
fluida pada titik 1 dan titik 2, ft/det
ÎP : pressure drop atau
beda tekanan dari pada titik 1 dan titik 2, lbf/ft2
Ī : berat jenis fluida,
fluida air, lbm/ft3
F :
friction loss karena gesekan fluida dengan dinding pipa, ft.lbf/lbm
W :
kerja pada sistem, ft.lbf/lbm
(Giles,1986).
2.4 Head Loss, Friction Loss dan Pressure Drop
2.4.1 Head
Loss dan Friction Loss pada Pipa
Horizontal
Head
loss biasanya dinyatakan dengan satuan panjang. Dalam percobaan ini, head loss adalah harga ∆P yang dinyatakan dengan satuan panjang
mmHg atau inHg. Rumus Darcy-Weisbach merupakan dasar menghitung head loss untuk aliran fluida dalam
pipa-pipa dan saluran-saluran (Giles, 1986). Harga F sendiri bergantung pada
tipe alirannya. Untuk aliran laminar, dimana NRe < 2100, berlaku persamaan :
…………...….…..………..……….(3)
Untuk aliran turbulen dengan NRe >
4000, berlaku persamaan:
…………………………………..(4)
2.4.2 Head
loss dan Friction Loss pada Elbow
Sambungan-sambungan didalam pipa, misalnya elbow, valve, atau tee akan
mengganggu pola aliran fluida dan menyebabkan terjadinya rugi gesekan atau friction loss. Friction loss ini
biasanya dinyatakan sebagai rugi gesekan yang setara dengan panjang pipa lurus.
Untuk 45o elbow, dengan diameter
pipa 1 – 3 in misalnya, maka setara dengan panjang pipa 15 x D, sedangkan untuk
90o elbow, dengan diameter
3/8 – 2,5 in misalnya, maka setara dengan panjang pipa 30 x D.
Persamaan-persamaan yang digunakan didalam pipa horizontal, termasuk untuk
menentukan head loss juga berlaku
untuk elbow dengan catatan elbow juga dalam posisi horizontal di
dalam sistem perpipaan.
2.4.3 Friction
Loss pada Enlargement dan Contraction
Untuk pipa dimana diameternya berubah dari
kecil ke besar, pipa pertama dengan diameter D1 dan pipa kedua dengan diameter D2 (enlargement), dan pipa masih didalam posisi horizontal, tidak ada
kerja pada sistem, maka ∆Z =0, W = 0 dengan persamaan :
......................................................(5)
Jika sangat
kecil, dan bisa diabaikan terhadap harga dari , maka :
........................................................(6)
2.4.4 Pressure Drop
Pressure drop menunjukkan penurunan
tekanan dari titik
1 ke titik 2 dalam suatu sistem aliran fluida.
Penurunan tekanan, biasa dinyatakan juga dengan P saja. Jika manometer yang digunakan adalah manometer air raksa, dan beda tinggi air
raksa dalam manometer H ft, maka :
∆P = H (ĪHg) g/gc .………….....…...…………....(7)
(Giles,
1986)
2.4.5 Faktor Gesekan
Gesekan pada pipa dapat menyebabkan hilangnya
energi mekanik fluida. Gesekan inilah yang menentukan aliran fluida dalam pipa,
apakah laminar atau turbulen. Gesekan juga dapat menimbulkan panas pada pipa
sehingga merubah energi mekanik menjadi energi panas. Faktor gesekan f dapat diturunkan secara matematis
untuk aliran laminer, tetapi tidak ada hubungan matematis yang sederhana untuk
variasi f dengan bilangan Reynold
yang tersedia untuk aliran turbulen (Geankoplis, 1993). Nikuradse telah
menemukan bahwa kekasaran relatif pipa (perbandingan ukuran ketidaksempurnaan
permukaan Īĩ terhadap garis tengah sebelah dalam pipa) mempengaruhi juga harga f (Giles, 1986), dimana :
a. Untuk aliran
laminer disemua pipa untuk semua fluida, harga f adalah ;
............................................
...............(8)
b.
Untuk
aliran turbulen:
Untuk aliran turbulen dalam
pipa-pipa mulus dan kasar, hukum-hukum tahanan universal dapat diturunkan dari
:
.............................................................(9)
1. Untuk pipa-pipa mulus,
Blasius menganjurkan untukbilangan Reynold antara 3000 dana 100.000 :
.....................................................(10)
Untuk harga-harga bilangan Reynold sampai kira-kira 3.000.000, persamaan
Von Karman yang diperbaiki oleh Prandtl adalah:
....................................(11)
2.
Untuk pipa-pipa kasar :
.....................................................(12)
3. Untuk semua pipa, Lembaga
Hidrolik (Hydraulic Institute) dan
banyak ahli menganggap bahwa persamaan Colebrook bisa dipercaya untuk
menghitung f. Persamaannya adalah:
...............................(13)
Sebelum rumus-rumus ini dapat digunakan,
seorang insinyur harus meramalkan kekasaran relatif dari pengalamannya sendiri
dan/atau dari orang lain. Harga yang disarankan dari ukuran ketidaksempurnaan
permukaan Īĩ untuk permukaan-permukaan yang baru dapat dilihat pada Diagram
Moody (Geankoplis,1993).
BAB
III
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1 Alat-Alat yang Digunakan
1. General
Arrangement of Apparatus
2. Manometer
Connection Diagram
3. Internal
Vernier Caliper
4. Stopwatch
3.2 Bahan yang Digunakan
Air
3.3 Prosedur Percobaan
1. Tangki
diisi dengan air, lalu pompa dihidupkan.
2. Valve
yang akan digunakan dibuka sehingga air akan mengalir melalui pipa yang
diinginkan sesuai penugasan.
3. Ketika
akan menentukan head loss pada pipa 2, maka aliran selain menuju pipa tersebut
ditutup dengan menutup valvenya.
4. Valve
dibuka sesuai penugasan (25%, 50%, 75%, dan 100%)
5. Untuk
menentukan kecepatan volumetrik air, aliran air dibuka. Dengan menggunakan
stopwatch, dihitung waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan air setiap 7, 12,
18, 20, 25 dan 30 liter.
6. Selang
untuk menentukan preassure drop disambungkan dengan alat manometer dan dua
titik pada pipa 2, ketika aliran air dihentikan maka pembacaan pada manometer
dilakukan.
7. Cara
yang sama dilakukan untuk menentukan head loss pada pipa 4, pipa elbow 45o,
elbow 90 o, serta pada enlargement dan contraction.
3.4 Rangkaian Peralatan
Rangkaian peralatan pada percobaan
aliran fluida dalam sistem perpipaan dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1
General Arrangement of Apparatus
Keterangan :
V1 = Sump
tank drawing valve
V2 = Inlet
flow control valve
V3 = Air
bleed valves
V4 = Isolating
valves
V5 = Outlet
flow control valve (fine)
V6 = Outlet
flow control valve (coarse)
V7 = Manometer
valves
1 = 6 mm
smooth bore test pipe
2 = 10 mm smooth bore test pipe
3 = Artificially roughened test pipe
4 = 17.5 mm smooth bore test pipe
5 = Sudden contraction
6 = Sudden enlargement
7 = Ball valve
8 = 45 deg. Elbow
9 = 45 deg. “ Y “ junction
10 = Gate valve
11 = Globe valve
12
=
In-line strainer
13 =
90 deg. Elbow
14 = 90 deg. Bend
15 = 90 deg. “ T “ Junction
16 = Pitot static tube
17 = Venturimeter
18 = Orifice meter
19 = Test pipe sample
20 = 1 m mercury manometer
21 = 1 m Pressurised water manometer
22 = Volumetric measuring tank
23 = Sump tank
24
=
Service pump
25
=
Sight tube
26
=
Pump start / stop
27
=
Sight gauge securing screws
28
=
Dump valve
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Head Loss dan Friction Loss di dalam Pipa
Horizontal
Dalam
percobaan percobaan head loss dan friction loss di dalam pipa horizontal, aliran
fluida tidak di pengaruhi oleh diameter pipa karena aliran fluida hanya
mengalir di dalam pipa dengan diameter yang sama. Selain itu, pipa yang
digunakan dalam percobaan ini terdiri dari 2 pipa dengan diameter yang berbeda.
4.1.1 Pada Pipa 2
Pada percobaan
head loss dan friction loss di dalam pipa horizontal ini digunakan pipa 2 yang
memiliki diameter 0.9 cm dengan panjang 42 cm. Data hasil pehitungan percobaan
ditunjukkan pada tabel 4.1 sebagai berikut.
Tabel 4.1 Hasil
Perhitungan Head Loss dan Friction Loss
Bukaan
Valve
|
Kecepatan
Volumetrik
|
Head
Loss
|
Friction
Loss
|
25%
|
17.59 ft/s
|
264.5276
ft/lbm
|
5.2343
ft/lbm
|
50%
|
17.696 ft/s
|
292.3726
ft/lbm
|
5.2975 ft/lbm
|
75%
|
18.367 ft/s
|
286.8036
ft/lbm
|
5.7069 ft/lbm
|
100%
|
18.583 ft/s
|
286.8036
ft/lbm
|
5.8420 ft/lbm
|
Dari
tabel 4.1 dapat dilihat bahwa semakin besar bukaan valve maka akan semakin
besar juga kecepatan volumetriknya. Kecepatan volumetrik dipengaruhi oleh
besarnya debit air yang mengalir di dalam pipa 2 dan luas pipa 2. Kecepatan
volumetrik berbanding lurus dengan debit air dan berbanding terbalik dengan
luas pipa 2. Sehingga semakin besar debit air yang mengalir dan semakin kecil
luas pipa 2 maka akan semakin besar juga kecepatan volumetriknya. Dalam
percobaan ini, kecepatan volumetrik terbesar pada bukaan valve 100% yaitu
sebesar 18.583 ft/s. Sedangkan kecepatan volumetrik terkecil pada bukaan valve
25% yaitu sebesar 17.59 ft/s.
|
|
Gambar
4.1 Grafik Head Loss VS Friction Loss pada Pipa 2
dengan variasi valve
Dalam percobaan ini, friction loss
akan semakin meningkat sebanding lurus dengan semakin meningkatnya kecepatan
volumetrik. Dari grafik 4.1 bisa dilihat secara umum terjadi kenaikan pada
grafiknya. pada bukaan valve 25%, head loss yang dihasilkan sebesar 264.5276 ft/lbm dengan friction loss sebesar
5.2343
ft/lbm. Untuk bukaan valve 50%, head loss yang dihasilkan sebesar 292.3726 ft/lbm dengan friction loss
sebesar 5.2975
ft/lbm. Pada bukaan valve 75%, head loss yang dihasilkan sebesar 286.8036 ft/lbm dengan friction loss
sebesar 5.7069
ft/lbm. Untuk bukaan valve 100%, head loss yang dihasilkan sebesar 286.8036 ft/lbm dengan friction loss
sebesar 5.8420 ft/lbm.
Dari grafik 4.1 bisa dilihat bahwa
terjadi penurunan head loss pada bukaan valve 75% hal ini terjadi karena volume
air yang mengalir di dalam pipa 2 pada bukaan valve 75% sangat memenuhi
diameter pipa sehingga perubahan tekanan yang terjadi juga berkurang. Hal ini
juga terjadi pada bukaan valve 100%.
4.1.2 Pada Pipa 3
Pada percobaan head loss dan
friction loss di dalam pipa horizontal ini digunakan pipa 3 yang memiliki
diameter 1.9 cm dengan panjang 100 cm. Data hasil pehitungan percobaan
ditunjukkan pada tabel 4.2 sebagai berikut.
Tabel 4.2 Hasil
Perhitungan Head Loss dan Friction Loss
Bukaan
Valve
|
Kecepatan
Volumetrik
|
Head
Loss
|
Friction
Loss
|
25%
|
6.5376 ft/s
|
245.0361 ft/lbm
|
0.3868 ft/lbm
|
50%
|
7.1355 ft/s
|
278.4501
ft/lbm
|
0.4610 ft/lbm
|
75%
|
7.2250 ft/s
|
278.8036 ft/lbm
|
0.4724 ft/lbm
|
100%
|
7.3250 ft/s
|
286.8036 ft/lbm
|
0.4856 ft/lbm
|
Dari
tabel 4.2 dapat dilihat bahwa semakin besar bukaan valve maka akan semakin
besar juga kecepatan volumetriknya. Kecepatan volumetrik dipengaruhi oleh
besarnya debit air yang mengalir di dalam pipa 3 dan luas pipa 3. Kecepatan
volumetrik berbanding lurus dengan debit air dan berbanding terbalik dengan
luas pipa 3. Sehingga semakin besar debit air yang mengalir dan semakin kecil
luas pipa 3 maka akan semakin besar juga kecepatan volumetriknya. Dalam
percobaan ini, kecepatan volumetrik terbesar pada bukaan valve 100% yaitu
sebesar 7.3250 ft/s. Sedangkan kecepatan volumetrik terkecil pada bukaan valve
25% yaitu sebesar 6.5376 ft/s.
Gambar
4.2 Grafik Head Loss VS Friction Loss pada Pipa 3
dengan variasi valve
Dalam percobaan ini, friction loss
akan semakin meningkat sebanding lurus dengan semakin meningkatnya kecepatan
volumetrik. Dari grafik 4.2 bisa dilihat secara umum terjadi kenaikan pada
grafiknya. pada bukaan valve 25%, head loss yang dihasilkan sebesar 245.0361 ft/lbm dengan friction loss sebesar 0.3868 ft/lbm.
Untuk bukaan valve 50%, head loss yang dihasilkan sebesar 278.4501 ft/lbm dengan friction loss
sebesar 0.4610
ft/lbm. Pada bukaan valve 75%, head loss yang dihasilkan sebesar 278.8036 ft/lbm dengan friction loss sebesar 0.4724 ft/lbm.
Untuk bukaan valve 100%, head loss yang dihasilkan sebesar 286.8036 ft/lbm dengan friction loss
sebesar 0.4856 ft/lbm.
Gambar
4.3 Grafik Perbandingan Head Loss VS Friction
Loss pada Pipa 2 dan 3
Dengan Variasi Bukaan Valve
Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa
pada bukaan valve 25%, head loss pipa 2 lebih besar dibandingkan dengan head
loss pipa 3. Selain itu pada bukaan valve 50%, head loss pipa 2 lebih besar
dibandingkan dengan head loss pipa 3. Hal ini terjadi dikarenakan diameter pipa
2 lebih kecil dibandingkan pipa 3 sehingga head loss juga lebih besar.
4.2
Head Loss dan Friction Loss di dalam
elbow
Dalam perobaan
head loss dan friction loss di dalam elbow digunakan pipa elbow 45 dan 90.
4.2.1 Elbow 45
Data hasil
percobaan untuk pipa elbow 45 ditunjukkan pada table 4.3 sebagai berikut.
Tabel 4.3
Data percobaan pada elbow 45o
Bukaan
Valve
|
Volumetrik
(ft/s)
|
Friction
Loss (Ft/Lbm)
|
Headloss
rata-rata (Lb/ft2)
|
25
%
|
7,45597
|
0,14320459
|
64,0435
|
50
%
|
8,578949
|
0,1895994
|
64,0435
|
75%
|
8,659991
|
0,19319849
|
69,6125
|
100%
|
8,683146
|
0,19423302
|
69,6125
|
Gambar
4.4 Grafik Head Loss VS Friction Loss pada Pipa
Elbow 45 dengan variasi bukaan valve
Pada
elbow 45o pipa yang digunakan adalah pipa 4. Pada tabel 3.1 dapat
dilihat data-data hasil percobaan pada elbow 45o. Dapat dilihat
volumetrik bertambah besar dengan bertambah besar nya bukaan pada valve. Hal
ini sesuai dengan persamaan dari volumetrik yaitu dengan . Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa
ketika q semakin besar maka akan semakin besar pula volumetrik yang akan
dihasilkan. Hal ini juga akan mempengaruhi friction loss dimana persamaan
frictionloss adalah sehingga friction loss sangat berkaitan dengan
volumetrik. Ketika volumetrik semakin besar maka akan semakin besar pula
frictionloss yang terjadi sepanjang lintasan dan begitu juga dengan
headlossnya.
4.2.2
Elbow 90
Data
hasil percobaan pada elbow 90 ditunjukkan pada table data 4.3 sebagai berikut:
Tabel
4.3
Data percobaan pada elbow 90o
Bukaan
Valve
|
Volumetrik
(ft/s)
|
Friction
Loss (Ft/Lbm)
|
Headloss
rata-rata (Lb/ft2)
|
25
%
|
7,316998
|
0,27584473
|
41,7675
|
50
%
|
8,28951
|
0,35404346
|
64,0435
|
75%
|
8,428441
|
0,36601028
|
66,828
|
100%
|
8,781555
|
0,39732116
|
69,6125
|
Gambar
4.5 Grafik Head Loss VS Friction Loss pada Pipa
Elbow 90 dengan variasi bukaan valve
Pada elbow 90o pipa yang
digunakan adalah pipa 5. Pada tabel 3.2 dapat dilihat data-data hasil percobaan
pada elbow 90o. Dapat dilihat volumetrik bertambah besar dengan
bertambah besar nya bukaan pada valve. Hal ini sesuai dengan persamaan dari
volumetrik yaitu dengan . Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa
ketika q semakin besar maka akan semakin besar pula volumetrik yang akan
dihasilkan. Hal ini juga akan mempengaruhi friction loss dimana persamaan
frictionloss adalah sehingga friction loss sangat berkaitan dengan
volumetrik. Ketika volumetrik semakin besar maka akan semakin besar pula
frictionloss yang terjadi sepanjang lintasan dan begitu juga dengan
headlossnya. Perbedaan pada elbow ini terletak pada frictionloss nya. Dengan
diameter pipa yang sama, elbow 90o memiliki frictionloss yang lebih
besar dari elbow 45o karna pada elbow 45o nilai L hanya
setara 15xD elbow sementara pada elbow 90o nilai L setara dengan
30XD elbow dengan diameter pada kedua elbow ini sebesar 1,9 cm.
4.3 Head Loss dan Friction Loss didalam Pipa
Enlargement dan Contraction
4.3.1 Pipa Enlargement
Percobaan untuk kondisi enlargement dilakukan pada pipa 2. Pipa enlargement adalah pipa dengan
diameternya berubah dari kecil ke besar, pipa pertama dengan diammeter 0.0196848
ft dan pipa kedua dengan diameternya 0.0623352 ft. Perbedaan diameter pipa akan
berpengaruh terhadap head loss dan friction loss pada pipa enlargement.
Data
dari percobaan head loss dan fiction loss pada pipa enlargement
bisa dilihat melalui grafik berikut:
Gambar
4.6 Grafik Head Loss VS Friction Loss pada Pipa
Enlargement dengan Variasi Bukaan Valve
Percobaan
dilakuakan dengan variasi bukaan valve yaitu 25%, 50%, 75%, dan 100%.
Masing-masing bukaan lalu dihitung kecepatan volumtrik setiap 7 L, 12 L, 18 L,
20 L, 25 L dan 30 L. Kemudian disetiap mengukur kecepatan volumetrik fluida,
maka presure drop fluida juga dihiting.
Berdasarkan
grafik yang ditampilkan diatas, maka dapat dilihat adanya hubungan antara
besarnya head loss dan besarnya friction loss. Data grafik menunjukkan bahwa
nilai friction loss berbanding lurus dengan
nilai head loss dari percobaan
aliran fluida di pipa enlargement. Nilai friction loss terbesar adalah 27.15158 ft/lbm yang terjadi
ketika bukaan valve 100% dan memilliki nilai head loss sebesar 477 mmHg. Nilai
friction loss terkecil adalah 24.85455 ft/lbm yang terjadi ketika bukaan valve 25% dan memiliki
nilai head loss sebesar 473.
Dalam percobaan ini, dapat dilihat
bahwa nilai head loss saat bukaan 25% dan 50% itu sama, serta niilai head loss
pada bukaan valve 75% dan 100% itu juga sama. Sebenarnya nilai ini memiliki
perbedaan, dimana nilai head loss harusnya berbanding lurus dengan bukaan valve
aliran fluida. Namun karena kami mengamati nilai head loss secara manual, maka
keteliatian pengamatan mungkin kurang akurat.
4.3.1 Pipa Contraction
Percobaan
untuk kondisi contraction dilakukan pada pipa 2. Pipa contraction adalah pipa
dengan diameter pipa berubah dari diameter besar ke diameter kecil, dari pipa
dengan diameter 0.062335 ft ke pipa dengan diameter 0.019685 ft. Perbedaan ukuran
pipa akan berpengaruh terhadap nilai head loss dan friction loss aliran fluida.
Data dari percobaan head loss dan fiction loss pada pipa contraction bisa dilihat melalui grafik berikut:
Gambar
4.7 Grafik Head Loss VS Friction Loss pada Pipa
Contraction
Dengan variasi bukaan valve
Percobaan
dilakukan dengan variasi bukaan valve yaitu 25%, 50%, 75% dan 100%. Setiap
bukaan dihitung juga kecepatan
volumetriknya setiap 7 L, 12 L, 18 L, 20 L, 25 L, dan 30 L. Selanjutnya presure
drop pada pipa contracrion juga dihitung bersamaan dengan dihitungnya waktu
pengisian untuk masing- masing volume 7 L, 12 L, 18 L, 20 L, 25 L, dan 30 L.
Grafik
menunjukkan nilai head loss vs friction loss pada pipa contraction. Berdasarkan
grafik dapat dilihat bahwa nilai head loss berbanding lurus dengan friction
loss. Nilai friction loss terbesar adalah 11.04676 ft/lbm terjadi saat bukaan 100% dengan
nilai head loss 147 mmHg. Sedanngkan nilai friction loss terkecil adalah
10.06209 ft/lbm terjadi saat bukaan 25% dengan nilai head loss 140 mmHg.
Jika dibandingkan dengan pipa
enlargement, pipa contraction ternyata memiliki nilai friction loss yang lebih
kecil. Nilai friction loss pipa enlargement saat bukaan 100% adalah 27.15158
ft/lbm lebih besar dari nilai friction loss pipa contractiom bukaan 100% yaitu
11.04676 ft/lbm. Untuk nilai head loss, pipa enlargement memiliki nilai head
loss lebih besar dibandingkan dengan pipa contraction. Nilai head loss terbesar
pipa enlargement adalah 477 mmHg, sedangkan nilai head loss pipa contaction terbesar
adalah 147 mmHg. Jadi dapat disimpulkan bahwa, pipa enlargement mengalirkan
fluida lebih lambat dibandingkan dengan pipa contraction. Hal ini disebabkan
oleh tingginya nilai head loss dan friction loss. Semakin tinggi nilai friction
loss dan head loss, maka kerugian akibat gesekan fluida dengan dinding pipa
akan semakin besar, sehingga menghambat aliran fluida.