Tuesday 10 July 2018

laporan praktikum kimia organik esterifikasi


BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
            Reaksi esterifikasi merupakan reaksi pembentukan ester dengan reaksi langsung antara suatu asam karboksilat dengan suatu alkohol dengan hasil samping air. Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan dinamis. Esterifikasi dapat dikatalisi dengan kehadiran ion H+ dari suatu asam. Pada skala industri, etil asetat di produksi dari reaksi esterifikasi antara asam asetat (CH3COOH) dan etanol (C2H5OH) dengan bantuan katalis suasana asam.
            Ester merupakan senyawa yang penting dalam industri dengan banyaknya kegunaan serta pasar yang luas untuk produk ester tersebut. Ester biasanya digunakan sebagai pemberi aroma (essence) seperti pengaroma buah dan pemberi rasa seperti untuk es krim, kue, kopi, teh atau juga untuk parfum. Ester juga digunakan pada industri tinta cetak dan tiner, lem, PVC film, polimer cair dalam industri kertas, serta banyak industri penyerap lainnya seperti industri farmasi dan sebagainya.
            Ester memiliki peluang yang cukup besar dalam perindustrian. Dengan praktikum ini kita bisa melihat variabel apa saja yang bisa memaksimalkan kualitas serta kuantitas ester yang dihasilkan. Bisa dengan melakukan variasi pada suhu reaksi, katalis, jumlah bahan, ataupun lama reaksi. Praktikum kali ini dilakukan dengan memvariasikan katalis yang digunakan dan melihat katalis mana yang lebih efektif untuk digunakan sebagai katalisator reaksi esterifikasi.
1.2       Tujuan Percobaan
1.        Mempelajari dan memahami prinsip reaksi esterifikasi dan factor-faktor yang mempengaruhi reaksi
2.        Membuat ester dalam skala labor
3.        Memahami metode pembuatan ester dan perbedaannya
Text Box: 1

 

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1    Ester
Ester adalah senyawa- senyawa hasil reaksi asam karboksilat dengan alkohol. Reaksi pembentukan ester disebut esterifikasi (pengesteran). Zat-zat pengharum (essen) yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan tidak lain adalah ester. Pada buah-buahan keharumannya tergantung dari ester yang terkandung di dalamnya. Gugus fungsional asam karboksilat adalah gugus karboksil, yang hidrogennya bersifat asam lemah (Halim, 1990).
Senyawa yang dianggap diturunkan dari asam karboksilat dengan menggunakan hidrogen dari gugus hidroksilnya dengan suatu gugus hidrokarbon disebut ester. Ester mengalami hidroksil asam karboksilat dan alkohol, misalnya hidrolisis etil asetat yang menghasilkan asam asetat dan entanol. Ester sering yang digunakan adalah etil asetat, biasanya digunakan sebagai pelarut cat atau cat kuku maupun perekat (Hedricson, 1988).
Senyawa-senyawa alkohol bereaksi dengan asam-asam karboksilat membentuk ester-ester organik sebagai analog dari ester-ester yang terbentuk dari senyawa-senyawa alkohol dengan asam oksigen dan organik. Dalam pembuatan suatu ester dimana asam salisilat dipanaskan dalam metil alkohol bersama sejumlah kecil asam kuat sebagai katalisator untuk membentuk metil salisilat gugus hidroksil dalam air yang terjadi berasal dari asam karboksilat. Reaksi ini bersifat bolak-balik atau reversible, jika dipakai alkohol dalam jumlah berlebihan, maka kesetimbangan beranjak ke arah pembentukan ester sebaliknya, jika ester dipanaskan dengan air yang berlebihan beserta suatu katalisator asam, maka ester akan dihidrolisis menjadi asam dan alkohol (Ganiswarna, 1995).
Suatu ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus –CO2R dengan R dapat membentuk alkil maupun aril. Suatu ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara suatu asam karboksilat dan suatu alkohol, suatu reaksi yang disebut reaksi esterifikasi. Esterisfikasi berkataliskan asam dan merupakan reaksi yang reversible (Dirjen POM, 1979).
2.2     Sifat-sifat ester
Ester memiliki beberapa senyawa dengan rumus molekul yang berbeda, dengan perbedaan rumus molekul tersebut maka sifat fisika ester juga berbeda. Sifat fisika dari beberapa ester dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Respati, 1986).

Text Box: 2

 

Tabel 2.1  Sifat dari beberapa ester
Rumus Molekul
Nama
Mr
Titik Didih
Titik Beku
Aroma
(°C)
(°C)
HCOOCH3
Metil metanoat
60
-99
32
-
HCOOCH2CH3
Etil metanoat
74
-80
54
Rum
CH3COOCH3
Metil etanoat
74
-98
57
-
CH3COOCH2CH3
Etil etanoat
88
-84
77
-
CH3CH2COOCH3
Metil propanoat
88
-88
80
-
CH3CH2COOCH2–CH3
Etil propanoat
102
-74
99
-
CH3CH2CH2COOCH3
Metil butanoat
102
-85
102
Apel
CH3CH2CH2COOCH2CH3
Etil butanoat
116
-101
121
Nanas
CH3COO(CH2)4CH3
Propanil etanoat
130
-71
148
Pisang
CH3COOCH2CH2CH(CH3)2
Isopropil etanoat
130
-79
142
Pir
 (Sumber : Respati, 1986)
Umumnya senyawa ester memiliki sifat fisika sebagai berikut (Respati, 1986) :
1.             Molekul ester bersifat polar.
2.             Titik didih ester terletak antara keton dan eter dengan massa molekul relatif yang hampir sama.
3.             Ester dengan massa molekul relatif rendah larut dalam air.
4.             Ester dengan sepuluh karbon atau kurang berupa cairan yang mudah menguap dan baunya enak seperti buah-buahan.
Sifat sifat kimia yang dimiliki oleh ester adalah (Respati, 1986):
1.             Pada umumnya mempunyai bau yang harum, menyerupai bau buah-buahan.
2.             Senyawa ester pada umumnya sedikit larut dalam air.
3.             Ester lebih mudah menguap dibandingkan dengan asam atau alkohol pembentuknya.
4.             Ester merupakan senyawa karbon yang netral.
5.             Ester dapat mengalami reaksi hidrolisis.
R–COOR’  + H2O                       R –COOH    +     R’OH....................................(1)
Ester               air                        As.Karboksilat     Alkohol
6.             Ester dapat direduksi degan H2 menggunakan katalisator Ni dan dihasilkan dua buah senyawa alkohol
R–COOR’  +  2H2                          R–CH2 –OH     +     R’–OH...........................(2)         
7.             Ester khususnya minyak atau lemak bereaksi dengan basa membentuk garam sabun dan gliserol. Reaksi ini dikenal dengan reaksi safonifikasi/penyabunan.
8.             Hidrolisis Ester dapat terhidolisis dengan pengaruh asam membentuk alkohol dan asam karboksilat. Reaksi hidrolisis merupakan kebalikan dan pengesteran. Hidrolisis lemak atau minyak menghasilkan gliserol dan asam-asam lemak. Contoh hidrolisis gliseril tristearat menghasilkan gliserol dan asam stearat.
2.3     Asam Asetat
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti  polietilen tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6.5 juta ton per tahun dan 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati (Austin, 1984).
Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata latin acetum, yang berarti cuka. Nama sistematis dari senyawa ini adalah asam etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena asam asetat bebas air membuat kristal mirip es pada suhu 16.7ºC, sedikit di bawah suhu ruang (Austin, 1984).
Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakan singkatan resmi bagi asam asetat adalah AcOH atau HOAc dimana Ac berarti gugus asetil, CH3-C(=O)-. Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering disingkat HAc, meskipun banyak yang menganggap singkatan ini tidak benar. Ac juga tidak boleh disalah artikan dengan lambang unsur Aktinium (Ac) (Austin, 1984).
Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (-COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa = 4.8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO-). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4 (Austin, 1984).


Image result for Reaksi Asam Asetat dalam air

Gambar 2.1 Reaksi Asam Asetat dalam air (Austin, 1984)
Tabel 2.3 Sifat-Sifat Fisis Asam Asetat
Identifikasi
Karakteristik
Nama Sistematis
Asam etanoat, asam asetat
Nama Alternatif
Asam metana karboksilat,
Hydrogen asetat, asam cuka
Rumus molekul
CH3COOH
Massa molar
60,05 gr / mol
Penampilan
Bening
Titik lebur
16,5 °C
Titik didih
118,1°C
Asam asetat
Asam lemah.
Reaksi dengan Alkohol
Ester
(Sumber: Anshory, 2003)
2.3         Etanol
Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern (Myers, 2007).
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kmia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Etanol merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan “Et” merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5). Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol memabukkan juga telah diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, etanol yang ditujukan untuk kegunaan industri dihasilkan dari produk sampingan pengilangan minyak bumi (Myers, 2007).
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar. Etanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari Cina bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik (Myers, 2007).
Etanol dan alkohol membentuk larutan azeotrop. Oleh karena itu pemurnian etanol yang mengandung air dengan cara penyulingan biasa hanya mampu menghasilkan etanol dengan kemurnian 96%. Etanol murni (absolut) dihasilkan pertama kali pada tahun 1796 oleh Johan Tobias Lowitz yaitu dengan cara menyaring alkohol hasil destilasi melalui arang. Lavoisier menggambarkan bahwa etanol adalah senyawa yang terbentuk dari karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Pada tahun 1808 Saussure berhasil menentukan rumus kimia etanol.  Dengan demikian etanol adalah salah satu senyawa kimia yang pertama kali ditemukan rumus kimia (Myers, 2007).
Etanol pertama kali dibuat secara sintetik pada tahun 1876 secara terpisah oleh Henry Hennel dari Britania Raya dan S.G. Serullas dari Perancis. Pada tahun 1828, Michael Faraday berhasil membuat etanol dari hidrasi etilena yang dikatalisis oleh asam. Proses ini mirip dengan proses sintesis etanol industri modern (Myers, 2007).
Tabel 2.4 Sifat-Sifat Fisis Etanol
Identifikasi
Karakteristik
Rumus Molekul
C2H5OH
Berat Molekul
46.07 g/mol
Densitas
0.789 g/mol
Titik Lebur
-114.3ºC
Titik Didih
78.4ºC
Warna
Jernih (tidak berwarna)
 (Sumber : Myers, 2017)
2.4         Etil Asetat
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut. Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam yaitu hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau asam (Carey, 1993).
Etil asetat disintesis melalui reaksi esterifikasi Fischer dari asam asetat dan etanol dan hasilnya beraroma jeruk (perisa sintesis), biasanya dalam sintesis disertai katalis asam seperti asam sulfat.
CH3CH2OH + CH3COOH ® CH3COOCH2CH3 + H2O                (3)
Reaksi di atas merupakan reaksi reversible dan menghasilkan suatu kesetimbangan kimia. Oleh sebab itu, rasio hasil dari reaksi di atas menjadi rendah jika air yang terbentuk dapat dipisahkan dari air dengan menggunakan aparatus Dean-Stark. Etil asetat dapat dihidrolisis pada keadaan asam atau basa menghasilkan asam asetat dan etanol kembali. Katalis asam seperti asam sulfat dapat menghambat hidrolisis karena berlangsungnya reaksi kebalikan hidrolisis yaitu esterifikasi Fischer yang tinggi biasanya digunakan basa kuat dengan proporsi stoikiometris, misalnya natrium hidroksida. Reaksi ini menghasilkan etanol dan natrium asetat, yang tidak dapat bereaksi lagi dengan etanol (Abraham, 2010).
CH3CO2C2H5 +NaOH ® C2H5OH + CH3CO2Na.................... (4)
2.5         Asam Fosfat
Asam fosfat merupakan asam mineral yang memiliki rumus kimia H3PO4. Asam ortofosfat mengacu pada asam fosfat, yang merupakan nama IUPAC untuk senyawa ini. Awalan orto digunakan untuk membedakan asam ini dari asam fosfat yang terkait, yang disebut asam polifosfat. Asam ortofosfat adalah asam non-toksik, yang, dalam bentuk murni, adalah padat pada suhudan tekanan kamar. Basa konjugat dari asam fosfat adalah ion dihidrogen fosfat, HPO, yang pada gilirannya memiliki basa konjugat hidrogen fosfat, HPO42-, yang memiliki basa konjugat fosfat, PO43-. Fosfat bergizi untuk semua bentuk kehidupan (Brady,1999).
Selain menjadi reagen kimia, asam fosfat memiliki berbagai macam kegunaan, termasuk sebagai inhibitor karat, aditif makanan, etchant gigi dan ortopedik, elektrolit, fluks, pendispersi, etchant industri, bahan baku pupuk, dan komponen produk pembersih rumah. Asam fosfat dan fosfat juga penting dalam biologi. Sumber yang paling umum dari asam fosfat adalah larutan air 85%; larutan tersebut tidak berwarna, tidak berbau, dan non-volatil. Larutan 85% adalah cairan seperti sirup, tetapi masih dapat dituang. Meskipun asam fosfat tidak memenuhi definisi yang ketat dari asam kuat, larutan 85% cukup asam untuk menjadi korosif. Karena tingginya persentase asam fosfat dalam reagen ini, setidaknya beberapa dari asam ortofosfat terkondensasi menjadi asam polifosfat. Demi pelabelan dan kesederhanaan, 85% merepresentasikan H3PO4 seolah-olah itu semua asam ortofosfat. Larutan asam fosfat encer ada dalam bentuk orto (Brady,1999).
2.6         Reaksi Pembuatan Ester
Ada beberapa cara yang biasa dilakukan untuk membuat senyawa ester (alkil alkanoat), diantaranya (Achmad, 1983):
1.             Reaksi asam karboksilat dengan alkohol dalam suasana asam
Reaksi esterifikasi Fischer adalah reaksi pembentukan ester dengan cara merefluks sebuah asam karboksilat bersama sebuah alkohol dengan katalis asam. Asam yang digunakan sebagai katalis biasanya adalah asam sulfat atau asam Lewis seperti skandium (III) tritirat. Ester dihasilkan apabila asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol dengan bantuan katalis asam. Katalis ini biasanya asam sulfat pekat. Gas hidrogen klorida kering terkadang digunakan, tetapi penggunaannya cenderung melibatkan ester-ester aromatik (ester dimana asam karboksilat mengandung sebuah cincin benzen).
Pembentukan ester melalui asilasi langsung asam karboksilat terhadap alkohol, seperti pada esterifikasi Fischer lebih disukai ketimbang asilasi dengan anhidrida asam (ekonomi atom yang rendah) atau asil klorida (sensitif terhadap kelembaban). Kelemahan utama asilasi langsung adalah konstanta kesetimbangan kimia yang rendah. Hal ini harus diatasi dengan menambahkan banyak asam karboksilat, dan pemisahan air yang menjadi hasil reaksi. Pemisahan air dilakukan melalui destilasi Dean-Stark atau penggunaan saringan molekul.
2.             Reaksi perak karboksilat dengan alkil halida
Pembuatan ester ini melibatkan senyawa yaitu perak karboksilat (RCOOAg) dan alkil halida (R-X). Misalnya, akan dibuat senyawa ester yaitu metil propanoat, maka kita dapat mereaksikan perak propanoat dengan klorometana.
3.             Reaksi asil klorida (klorida asam) dengan alkohol
Metode ini hanya berlaku bagi alkohol dan fenol. Untuk fenol, reaksi terkadang dapat ditingkatkan dengan pertama-tama mengubah fenol menjadi bentuk yang lebih reaktif. Jika kita menambahkan sebuah asil klorida kedalam sebuah alkohol, maka reaksi yang terjadi cukup progresif (bahkan berlangsung hebat) pada suhu kamar menghasilkan sebuah ester dan awan-awan dari asap hidrogen yang asam dan beruap.
4.             Reaksi anhidrida asam alkanoat dengan alkohol
Reaksi ini juga bisa digunakan untuk membuat ester baik dari alkohol maupun fenol. Reaksinya berlangsung lebih lambat dibanding reaksi sebanding yang menggunakan asil klorida, dan campuran reaksi biasanya perlu dipanaskan. Untuk fenol, kita bisa mereaksikan fenol dengan larutan natrium hidroksida pertama kali, yang menghasilkan ion fenoksida yang lebih reaktif. Reaksi yang berlangsung pada suhu kamar cukup lambat (atau lebih cepat jika dipanaskan). Tidak ada perubahan yang dapat diamati pada cairan tidak berwarna, tetapi sebuah campuran antara etil etanoat dengan asam etanoat terbentuk. Reaksi dengan fenol kurang lebih sama, tetapi lebih lambat. Fenil etanoat terbentuk bersama dengan asam etanoat. Jika fenol pertama-tama diubah menjadi natrium feroksida dengan menambahkan larutan hidroksida, maka reaksinya berlangsung lebih cepat. Fenil etanoat akan terbentuk, tapi kali ini produk lainnya adalah natrium etanoat bukan asam etanoat.
2.6.1   Proses Pemurnian Ester
1.             Penambahan Na2CO3
Na2CO3 berfungsi untuk menetralkan ester dengan cara mengikat ion-ion H+ yang sebelumnya diperoleh dari katalisnya yang bersifat asam dan juga dari reaktannya yaitu asam karboksilat. Na2CO3 juga merupakan pelarut ion karena merupakan elektrolit yang kuat. Hasilnya akan terbentuk dua lapisan yang diakibatkan oleh perbedaan densitas antara larutan ester dengan lapisan larutan Na2CO3 yang memiliki densitas 2.533 g/ml. lapisan bawah akan mengandung Na2CO3, zat pengotor, sisa pengotor, sisa pereaksi dan pembawa asam, sedangkan lapisan atas merupakan larutan yang lebih kecil densitasnya yaitu ester dan air (Styaningrum, 2013).
Tabel 2.3  Sifat fisia dan kimia natrium karbonat
Sifat Fisika
Sifat Kimia
Padatan kristal berwarna putih
Mudah Lapuk oleh Udara
Nama Trivial : Soda Cuci
Beracun
Titik lebur : 851oC
Dapat digunakan sebagai pembersih
Berat Molekul : 105,998 gr/mol
Pelunak air sadah
-
Pereaksi dalam pembuatan kaca
(Sumber : Suparno, 2006)
2.             Pencucian dengan menggunakan CaCl2 anhidrat
CaCl2 anhidrat akan reaktif terhadap air yang merupakan hasil sampingan dari reaksi esterifikasi. Ion Ca+ dan ion Cl- akan tersebar pada molekul H2O dan mengubah keelektronegatifan dari H2O sehingga menyebabkan H2O terpisah dan membentuk 2 lapisan. Lapisan bawah merupakan H2O, sedangkan lapisan atas merupakan ester (Styaningrum, 2013).
Tabel 2.4 Sifat fisika dan kimia kalsium klorida
Identifikasi
Karakteristik
Keadaan fisik dan penampilan
Solid
Bau
Berbau
Rasa
Garam
Berat Molekul
74,55 gr/mol
Titik didih
14200C
Kelarutan
Larut dalam air dingin, air panas. Sangat sedikit larut dalam metanol, n-oktanol.
(Sumber : Suparno, 2006)


BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1     Alat-alat yang digunakan
1.             Erlenmeyer 250 ml
2.             Penangas air
3.             Gelas Ukur 100 ml
4.             Statif
5.             Klem
6.             Termometer
7.             Batang pengaduk
8.             Kaca arloji
9.             Kondensor
10.         Tali
11.         Selang
12.         Botol sampel
13.         Pipet tetes

3.2 Bahan-bahan yang digunakan
1.             Etanol
2.             Asam asetat
3.             H3PO4
4.             HCl
5.             Kertas saring
6.             Alumunium foil
7.             Air
8.             Tisu
9.             Na2CO3
10.          CaCl2


Text Box: 11

 

3.3 Prosedur Percobaan
1.             Ke dalam erlenmeyer ditambahkan etanol 80 ml dan asam asetat 60 ml dan beberapa batu didih.
2.             Ke dalam erlenmeyer ditambahkan katalis HCl 10 ml pada sampel 1 sedangkan pada sampel ke 2 katalis yang digunakan H3PO4
3.             Erlenmeyer dipanaskan dan diaduk pada suhu 55-60 oC selama 15 menit.
4.             Kondensor kemudian dirangkai.
5.             Proses distilasi dilakukan setelah refluks pertama dengan suhu maksimal + 4 oC selama 1,5 jam.
6.             Setelah proses distilasi selesai, hasil distilat ditambah Na2CO3 sebanyak 5 gram.
7.             Hasil dari penambahan Na2CO3 akan membentuk 2 lapisan, lapisan endapan dibawah dibuang dan larutan diatasnya ditambah CaCl2 anhidrat sebanyak 5 gram.
8.             Hasil dari penambahan CaCl2 anhidrat juga akan membentuk 2 lapisan. Lapisan endapan bawah dibuang sedangkan lapisan larutan disaring dengan kertas saring.
9.             Hasil dari penyaringan dihitung volume dan densitasnya.














3.4     Rangkaian Alat
3.4.1 Rangkaian Distilasi
Text Box: 5Text Box: 4Text Box: 3Text Box: 2Text Box: 1

Gambar 3.1
Rangkaian Distilasi
Keterangan :    1. Statif
                        2.  Klem
                        3. Termometer
                        4. Kondensor
                        5. Erlenmeyer










3.4.1    Rangakaian corong pemisah

Text Box: 1Text Box: 4Text Box: 3Text Box: 2
Gambar 3.2 Rangakaian corong pemisah
Keterangan      : 1. Statif
                          2. Klem
                          3. Corong Pemisah
  4. Erlenmeyer











BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1       Hasil Praktikum
Perlakuan
 (Etanol 80 ml+asam asetat 60 ml+H3PO4 10 ml)
 (Etanol 80 ml+asam asetat 60 ml+H3PO4 10 ml)
Suhu refluks pertama
58oC
58oC
Waktu refluks pertama
55,48 menit
58,13 menit
Volume
33 ml
10 ml
Densitas
0,932 gr/ml
0,902 gr/mr

4.2       Pembahasan
Pembuatan ester dalam percobaan ini mereaksikan etanol dan asam asetat dengan katalis asam klorida dan asam sulfat dengan wujud berupa cairan tak berwarna dan memiliki aroma khas seperti balon. Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi yang bersifat reversibel (dapat balik) karena ketika asam karboksilat (asam asetat) dan alkohol (etanol) dipanaskan untuk bereaksi maka akan terjadi reaksi kesetimbangan antara ester dan air, artinya bahwa ester dan air yang terbentuk dapat kembali menghasilkan reaktan-reaktannya yaitu asam asetat dan etanol. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil reaksi yang banyak maka diusahakan agar reaksi cenderung bergeser ke arah produk yaitu dengan cara reaktan dibuat berlebih yang dalam percobaan ini etanol dibuat berlebih ketika direaksikan dengan asam asetat (Anshory, H,I. 2003).
Text Box: 15 Pada pembuatan etil asetat dalam percobaan ini yang divariasikan adalah katalis yaitu HCl dan H3PO4. Percobaan pertama yang dilakukan adalah memasukkan etanol 80 ml dan asam asetat sebanyak 60 ml ke dalam labu didih kemudian ditambah dengan batu didih. Fungsi penambahan batu didih adalah untuk pemerata pemanasan dan ditambah dengan HCl sebanyak 10 ml sebagai katalis yang berguna untuk mempercepat reaksi dan menurunkan energi aktivasi yang dilakukan dalam lemari asam. Labu didih yang berisi larutan tersebut didinginkan dengan air yang terdapat pada panangas air sambil diaduk. Hal ini bertujuan agar labu didih tidak pecah, karena terjadi reaksi eksoterm. Setelah itu larutan tersebut dipanaskan dengan penangas air dan kondensor refluks terbalik selama 90 menit dengan rentang suhu 55-60. Pada saat refluks suhu harus dijaga konstan pada rentang 55-60oC. Jika suhu terlalu rendah maka reaksi tidak akan sempurna dan jika suhu terlalu tinggi, maka etanol akan mudah menguap  karena titik didih etanol adalah 78,37 (Fessenden dan Joan S, 1982). Setelah 90 menit, kemudian larutan didinginkan. Hal yang sama dilakukan pada percobaan kedua dengan menggunakan katalis asam fosfat 10 ml.
Kemudian ditambahkan natrium karbonat (Na2CO3 20%) pada corong pemisah. Penambahan ini dimaksudkan untuk mencuci agar pengotor yang masih ada dalam etil asetat dihilangkan. Dari hasil percobaan terlihat bahwa pengotor dan garam natrium yang larut dalam air ini berada pada lapisan bawah sedangkan etil asetat berada pada lapisan atas. Pembentukan dua lapisan ini disebabkan oleh adanya perbedaan massa jenis, dimana garam natrium yang larut dalam air memiliki massa jenis yang lebih besar daripada senyawa organik yang terbentuk garam natrium memiliki berat jenis 2.54 gr/mL sedangkan etil asetat 0.897 gr/mL. Selain itu, kepolaran juga sangat mempengaruhi terjadinya pemisahan lapisan ini, dimana garam natrium dalam air ini bersifat polar sedangkan senyawa-senyawa organik yang dihasilkan (etil asetat) bersifat non polar. Berdasarkan sifat kelarutannya, senyawa polar tidak akan larut dalam pelarut non polar dan begitu pula sebaliknya, pelarut polar tidak dapat melarutkan senyawa non polar.  
Kemudian ditambahkan dengan CaCl2 ke dalam larutan etil asetat yang telah dibersihkan dari pengotor. Tujuan penambahan CaCl2 anhidrat dalam etil asetat adalah untuk menghilangkan kadar air yang mungkin masih terdapat pada etil asetat. Mekanismenya adalah CaCl2 anhidrat yang bersifat higroskopis akan menarik air yang mungkin masih tersisa pada etil asetat setelah pemisahan melalui corong pemisah. Setelah ditambah dengan CaCl2, maka etil asetat disaring dengan kertas saring.
Pada percobaan ini, hasil yang diperoleh pada percobaan I dengan katalis asam klorida sebanyak 33 ml dan densitasnya 0,932 gr/ml dan hasil pada percobaan II dengan katalis asam fosfat sebanyak 10 ml dan densitasnya 0,902 gr/ml. Sedangkan volume ester yang dihasilkan secara stoikiometri sebanyak 103,3 ml. Hal ini dipengaruhi oleh waktu reaksi yang singkat yaitu selama 90 menit. Seharusnya waktu optimum yang digunakan adalah 120 menit (Zuliyana, 2010). Semakin lama waktu reaksi, maka semakin banyak produk yang dihasilkan, karena ini akan memberikan kesempatan reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Namun jika kesetimbangan telah tercapai, tambahan waktu reaksi tidak akan mempengaruhi reaksi (Kirk & Othmer, 1978).


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1       Kesimpulan
1.        Etil asetat dapat dibuat melalui reaksi esterifikasi dimana asam asetat direaksikan dengan etanol menggunakan katalis HCl dan H3PO4.
2.        Densitas etil asetat hasil percobaan yang didapat untuk sampel 1 sebesar 0,932 gr/ml sedangkan sampel 2 sebesar 0,902 gr/ml.Volume etil asetat hasil percobaan yang didapat untuk sampel 1dan sampel 2 secara berturut  sebesar 33 ml dan 10 ml.
3.        Volume etil asetat yang didapat dari hasil perhitungan stoikimetri sebesar 103,3 ml.
5.2       Saran          
Untuk melakukan destilasi, alat harus dipasang dengan baik agar tidak mempengaruhi percobaan. Pengaturan suhu harus lebih teliti dan saat menggunakan lemari asam praktikan diharapkan menggunakan masker dan sarung tangan untuk menghindari kecelakaan praktikum



Text Box: 17

DAFTAR PUSTAKA


Abraham. 2010. Penuntun Kimia Organik II.  Universitas Haluoleo: Kendari
Achmad, S. 1983. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Anshory, H.. I.  2003.  Acuan Pelajaran Kimia. Jakarta: Erlangga.
Austin, G.T. 1984. Shreve’s Chemical Process Industries. Singapura: McGraw-Hill Book Co.
Brady. J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa Aksara.
Carey, F. 1993. Advanced Organic Chemistry Part B : Reaction a Syntesis. London: Plenum Press.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Fessenden, Ralph J dan Joan S.  Fessenden, 1982, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
Ganiswarna. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: Universitas Indonesia.
Halim. 1990. Analisis Kimia Kuantitatif edisi 1. Jakarta: Erlangga.
Hedricson. 1988. Penuntun Praktikum Kimia Organik Sintetik. Makassar: Fakultas Farmasi, UMI
Kirk. R,E dan Othmer. D,F. 1978. Encyclopedia of Chemical Technology. edisi ketiga. A Willey Interscience Publicatioin. John Wiley and Sons. Inc. New York.
Myers, R.I. 2007. The 100 Most Important Chemical Compounds: A Reference Guide. Westport: Greenwood Press.
Styaningrum, R.W. 2013. Pembuatan Etil Asetat dengan Reaksi Esterifikasi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Suparno, 2006, “Ester dari asam lemak”, Medan :Universitas Sumatera Utara
Respati. 1986. Pengantar Kimia Organik. Jakarta : Balai pustaka.
Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester(Biodiesel) dari Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi. Semarang: Universitas Diponegoro.


           

1 comment:

  1. mari gabung bersama kami di Aj0QQ*c0M
    BONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
    BONUS REFERAL 20% seumur hidup.

    ReplyDelete