PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reaksi
esterifikasi merupakan reaksi pembentukan ester dengan reaksi langsung antara
suatu asam karboksilat dengan suatu alkohol dengan hasil samping air. Reaksi
ini merupakan reaksi kesetimbangan dinamis. Esterifikasi dapat dikatalisi
dengan kehadiran ion H+ dari suatu asam. Pada skala industri, etil asetat di
produksi dari reaksi esterifikasi antara asam asetat (CH3COOH)
dan etanol (C2H5OH) dengan bantuan katalis suasana asam.
Ester merupakan senyawa yang penting
dalam industri dengan banyaknya kegunaan serta pasar yang luas untuk produk
ester tersebut. Ester biasanya digunakan sebagai pemberi aroma (essence) seperti pengaroma buah dan pemberi
rasa seperti untuk es krim, kue, kopi, teh atau juga untuk parfum. Ester juga
digunakan pada industri tinta cetak dan tiner, lem, PVC film, polimer cair
dalam industri kertas, serta banyak industri penyerap lainnya seperti industri
farmasi dan sebagainya.
Ester memiliki peluang yang cukup besar dalam perindustrian.
Dengan praktikum ini kita bisa melihat variabel apa saja yang bisa
memaksimalkan kualitas serta kuantitas ester yang dihasilkan. Bisa dengan
melakukan variasi pada suhu reaksi, katalis, jumlah bahan, ataupun lama reaksi.
Praktikum kali ini dilakukan dengan memvariasikan katalis yang digunakan dan
melihat katalis mana yang lebih efektif untuk digunakan sebagai katalisator
reaksi esterifikasi.
1.2 Tujuan Percobaan
1.
Mempelajari dan memahami prinsip reaksi esterifikasi dan
factor-faktor yang mempengaruhi reaksi
2.
Membuat ester dalam skala labor
3.
Memahami metode pembuatan ester dan perbedaannya
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Ester
Ester adalah senyawa- senyawa hasil reaksi asam karboksilat dengan alkohol.
Reaksi pembentukan ester disebut esterifikasi (pengesteran). Zat-zat pengharum
(essen) yang terkandung dalam
tumbuh-tumbuhan tidak lain adalah ester. Pada buah-buahan keharumannya
tergantung dari ester yang terkandung di dalamnya. Gugus fungsional asam
karboksilat adalah gugus karboksil, yang hidrogennya bersifat asam lemah
(Halim, 1990).
Senyawa yang dianggap diturunkan dari asam karboksilat dengan menggunakan
hidrogen dari gugus hidroksilnya dengan suatu gugus hidrokarbon disebut ester.
Ester mengalami hidroksil asam karboksilat dan alkohol, misalnya hidrolisis
etil asetat yang menghasilkan asam asetat dan entanol. Ester sering yang
digunakan adalah etil asetat, biasanya digunakan sebagai pelarut cat atau cat
kuku maupun perekat (Hedricson, 1988).
Senyawa-senyawa alkohol bereaksi dengan asam-asam karboksilat membentuk
ester-ester organik sebagai analog dari ester-ester yang terbentuk dari
senyawa-senyawa alkohol dengan asam oksigen dan organik. Dalam pembuatan suatu
ester dimana asam salisilat dipanaskan dalam metil alkohol bersama sejumlah
kecil asam kuat sebagai katalisator untuk membentuk metil salisilat gugus
hidroksil dalam air yang terjadi berasal dari asam karboksilat. Reaksi ini
bersifat bolak-balik atau reversible,
jika dipakai alkohol dalam jumlah berlebihan, maka kesetimbangan beranjak ke
arah pembentukan ester sebaliknya, jika ester dipanaskan dengan air yang
berlebihan beserta suatu katalisator asam, maka ester akan dihidrolisis menjadi
asam dan alkohol (Ganiswarna, 1995).
Suatu ester asam karboksilat
ialah suatu senyawa yang mengandung gugus –CO2R dengan R dapat
membentuk alkil maupun aril. Suatu ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung
antara suatu asam karboksilat dan suatu alkohol, suatu reaksi yang disebut
reaksi esterifikasi. Esterisfikasi berkataliskan asam dan merupakan reaksi yang
reversible (Dirjen
POM, 1979).
2.2
Sifat-sifat ester
Ester memiliki beberapa senyawa dengan rumus molekul yang berbeda,
dengan perbedaan rumus molekul tersebut maka sifat fisika ester juga berbeda.
Sifat fisika dari beberapa ester dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Respati, 1986).
Tabel 2.1 Sifat dari beberapa ester
Rumus
Molekul
|
Nama
|
Mr
|
Titik
Didih
|
Titik
Beku
|
Aroma
|
(°C)
|
(°C)
|
||||
HCOOCH3
|
Metil metanoat
|
60
|
-99
|
32
|
-
|
HCOOCH2CH3
|
Etil metanoat
|
74
|
-80
|
54
|
Rum
|
CH3COOCH3
|
Metil etanoat
|
74
|
-98
|
57
|
-
|
CH3COOCH2CH3
|
Etil etanoat
|
88
|
-84
|
77
|
-
|
CH3CH2COOCH3
|
Metil propanoat
|
88
|
-88
|
80
|
-
|
CH3CH2COOCH2–CH3
|
Etil propanoat
|
102
|
-74
|
99
|
-
|
CH3CH2CH2COOCH3
|
Metil butanoat
|
102
|
-85
|
102
|
Apel
|
CH3CH2CH2COOCH2CH3
|
Etil butanoat
|
116
|
-101
|
121
|
Nanas
|
CH3COO(CH2)4CH3
|
Propanil etanoat
|
130
|
-71
|
148
|
Pisang
|
CH3COOCH2CH2CH(CH3)2
|
Isopropil etanoat
|
130
|
-79
|
142
|
Pir
|
(Sumber : Respati, 1986)
Umumnya senyawa
ester memiliki sifat fisika sebagai berikut (Respati, 1986) :
1.
Molekul ester bersifat polar.
2.
Titik didih ester terletak antara keton dan
eter dengan massa molekul relatif yang hampir sama.
3.
Ester dengan massa molekul relatif rendah larut
dalam air.
4.
Ester dengan sepuluh karbon atau kurang berupa
cairan yang mudah menguap dan baunya enak seperti buah-buahan.
Sifat sifat kimia yang
dimiliki oleh ester adalah (Respati, 1986):
1.
Pada umumnya mempunyai bau yang harum, menyerupai bau buah-buahan.
2.
Senyawa ester pada umumnya sedikit larut dalam air.
3.
Ester lebih mudah menguap dibandingkan dengan asam atau alkohol
pembentuknya.
4.
Ester merupakan senyawa karbon yang netral.
5.
Ester dapat mengalami reaksi hidrolisis.
R–COOR’ + H2O
R –COOH + R’OH....................................(1)
Ester
air As.Karboksilat Alkohol
6.
Ester dapat direduksi degan H2 menggunakan katalisator Ni dan
dihasilkan dua buah senyawa alkohol
R–COOR’ +
2H2 R–CH2
–OH + R’–OH...........................(2)
7.
Ester khususnya minyak atau lemak bereaksi
dengan basa membentuk garam sabun dan gliserol. Reaksi ini dikenal dengan
reaksi safonifikasi/penyabunan.
8.
Hidrolisis Ester dapat terhidolisis dengan
pengaruh asam membentuk alkohol dan asam karboksilat. Reaksi hidrolisis
merupakan kebalikan dan pengesteran. Hidrolisis lemak atau minyak menghasilkan
gliserol dan asam-asam lemak. Contoh hidrolisis gliseril tristearat
menghasilkan gliserol dan asam stearat.
2.3 Asam Asetat
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat
paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan
sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+
dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan
bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer
seperti polietilen tereftalat, selulosa
asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam
industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah
tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam
setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6.5 juta ton per tahun dan
1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari
industri petrokimia maupun dari sumber hayati (Austin, 1984).
Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang
dari senyawa ini, dan merupakan nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama
ini berasal dari kata latin acetum,
yang berarti cuka. Nama sistematis dari senyawa ini adalah asam etanoat. Asam
asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tidak
bercampur air. Disebut demikian karena asam asetat bebas air membuat kristal
mirip es pada suhu 16.7ºC, sedikit di bawah suhu ruang (Austin, 1984).
Singkatan yang paling sering digunakan, dan
merupakan singkatan resmi bagi asam asetat adalah AcOH atau HOAc dimana Ac
berarti gugus asetil, CH3-C(=O)-. Pada konteks asam-basa, asam
asetat juga sering disingkat HAc, meskipun banyak yang menganggap singkatan ini
tidak benar. Ac juga tidak boleh disalah artikan dengan lambang unsur Aktinium
(Ac) (Austin, 1984).
Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (-COOH) dalam
asam karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+
(proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah
monoprotik dengan nilai pKa = 4.8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO-).
Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira dengan konsentrasi pada cuka rumah)
memiliki pH sekitar 2.4 (Austin, 1984).
Gambar 2.1 Reaksi Asam Asetat dalam air (Austin, 1984)
Tabel
2.3 Sifat-Sifat Fisis Asam Asetat
Identifikasi
|
Karakteristik
|
Nama Sistematis
|
Asam etanoat, asam asetat
|
Nama Alternatif
|
Asam metana karboksilat,
|
Hydrogen asetat, asam cuka
|
|
Rumus molekul
|
CH3COOH
|
Massa molar
|
60,05 gr / mol
|
Penampilan
|
Bening
|
Titik lebur
|
16,5 °C
|
Titik didih
|
118,1°C
|
Asam asetat
|
Asam lemah.
|
Reaksi dengan Alkohol
|
Ester
|
(Sumber: Anshory, 2003)
2.3
Etanol
Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni,
alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap,
mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif
dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern (Myers, 2007).
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal,
dengan rumus kmia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O.
Etanol merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering
disingkat menjadi EtOH, dengan “Et” merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).
Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal
yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol memabukkan juga telah
diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, etanol yang ditujukan untuk kegunaan
industri dihasilkan dari produk sampingan pengilangan minyak bumi (Myers, 2007).
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai
bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya
adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia,
etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis
senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai
bahan bakar. Etanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai
bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan
keramik yang berumur 9000 tahun dari Cina bagian utara menunjukkan bahwa
minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik
(Myers, 2007).
Etanol dan alkohol membentuk larutan azeotrop. Oleh
karena itu pemurnian etanol yang mengandung air dengan cara penyulingan biasa
hanya mampu menghasilkan etanol dengan kemurnian 96%. Etanol murni (absolut)
dihasilkan pertama kali pada tahun 1796 oleh Johan Tobias Lowitz yaitu dengan
cara menyaring alkohol hasil destilasi melalui arang. Lavoisier
menggambarkan bahwa etanol adalah senyawa yang terbentuk dari karbon (C),
hidrogen (H), dan oksigen (O). Pada tahun 1808 Saussure berhasil menentukan
rumus kimia etanol. Dengan demikian
etanol adalah salah satu senyawa kimia yang pertama kali ditemukan rumus kimia
(Myers, 2007).
Etanol pertama kali dibuat secara sintetik pada
tahun 1876 secara terpisah oleh Henry Hennel dari Britania Raya dan S.G. Serullas dari Perancis. Pada tahun 1828, Michael Faraday berhasil membuat
etanol dari hidrasi etilena yang dikatalisis oleh asam. Proses ini mirip dengan
proses sintesis etanol industri modern (Myers, 2007).
Tabel
2.4 Sifat-Sifat Fisis Etanol
Identifikasi
|
Karakteristik
|
Rumus Molekul
|
C2H5OH
|
Berat Molekul
|
46.07 g/mol
|
Densitas
|
0.789 g/mol
|
Titik Lebur
|
-114.3ºC
|
Titik Didih
|
78.4ºC
|
Warna
|
Jernih (tidak berwarna)
|
(Sumber : Myers, 2017)
2.4
Etil Asetat
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3.
Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud
cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc,
dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi
dalam skala besar sebagai pelarut. Etil asetat adalah pelarut polar
menengah yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis.
Etil asetat merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah, dan bukan suatu
donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam yaitu
hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen, dan
nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air
hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang
lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air yang
mengandung basa atau asam (Carey, 1993).
Etil asetat disintesis melalui reaksi esterifikasi
Fischer dari asam asetat dan etanol dan hasilnya beraroma jeruk (perisa
sintesis), biasanya dalam sintesis disertai katalis asam seperti asam sulfat.
CH3CH2OH + CH3COOH ® CH3COOCH2CH3
+ H2O (3)
Reaksi di atas merupakan reaksi reversible dan menghasilkan suatu kesetimbangan kimia. Oleh sebab
itu, rasio hasil dari reaksi di atas menjadi rendah jika air yang terbentuk
dapat dipisahkan dari air dengan menggunakan aparatus Dean-Stark. Etil asetat
dapat dihidrolisis pada keadaan asam atau basa menghasilkan asam asetat dan
etanol kembali. Katalis asam seperti asam sulfat dapat menghambat hidrolisis
karena berlangsungnya reaksi kebalikan hidrolisis yaitu esterifikasi Fischer
yang tinggi biasanya digunakan basa kuat dengan proporsi stoikiometris,
misalnya natrium hidroksida. Reaksi ini menghasilkan etanol dan natrium asetat,
yang tidak dapat bereaksi lagi dengan etanol (Abraham,
2010).
CH3CO2C2H5
+NaOH ® C2H5OH + CH3CO2Na.................... (4)
2.5
Asam Fosfat
Asam fosfat merupakan asam mineral yang
memiliki rumus kimia H3PO4. Asam
ortofosfat mengacu pada asam fosfat, yang merupakan nama IUPAC untuk
senyawa ini. Awalan orto digunakan untuk membedakan asam ini dari asam
fosfat yang terkait, yang disebut asam polifosfat. Asam ortofosfat adalah asam non-toksik, yang,
dalam bentuk murni, adalah padat pada suhudan tekanan kamar. Basa konjugat dari asam fosfat adalah ion dihidrogen fosfat, HPO, yang
pada gilirannya memiliki basa konjugat hidrogen fosfat, HPO42-, yang
memiliki basa konjugat fosfat, PO43-. Fosfat bergizi untuk semua bentuk kehidupan (Brady,1999).
Selain menjadi reagen kimia, asam fosfat
memiliki berbagai macam kegunaan, termasuk sebagai inhibitor karat, aditif makanan, etchant gigi dan ortopedik, elektrolit, fluks,
pendispersi, etchant industri, bahan baku pupuk, dan
komponen produk pembersih rumah. Asam fosfat dan
fosfat juga penting dalam biologi. Sumber yang paling umum dari asam fosfat adalah larutan air 85%; larutan tersebut tidak berwarna, tidak
berbau, dan non-volatil. Larutan 85% adalah cairan seperti sirup, tetapi masih dapat dituang. Meskipun
asam fosfat tidak memenuhi definisi yang ketat dari asam kuat, larutan 85%
cukup asam untuk menjadi korosif. Karena tingginya persentase asam fosfat dalam
reagen ini, setidaknya beberapa dari asam ortofosfat terkondensasi menjadi asam polifosfat. Demi pelabelan dan kesederhanaan, 85%
merepresentasikan H3PO4 seolah-olah
itu semua asam ortofosfat. Larutan asam fosfat encer ada dalam bentuk orto (Brady,1999).
2.6
Reaksi Pembuatan Ester
Ada beberapa cara yang biasa dilakukan untuk membuat
senyawa ester (alkil alkanoat), diantaranya (Achmad, 1983):
1.
Reaksi asam karboksilat dengan alkohol dalam suasana
asam
Reaksi esterifikasi Fischer adalah reaksi
pembentukan ester dengan cara merefluks sebuah asam karboksilat bersama sebuah
alkohol dengan katalis asam. Asam yang digunakan sebagai katalis biasanya
adalah asam sulfat atau asam Lewis seperti skandium (III) tritirat. Ester
dihasilkan apabila asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol dengan bantuan
katalis asam. Katalis ini biasanya asam sulfat pekat. Gas hidrogen klorida
kering terkadang digunakan, tetapi penggunaannya cenderung melibatkan
ester-ester aromatik (ester dimana asam karboksilat mengandung sebuah cincin
benzen).
Pembentukan ester melalui asilasi langsung asam karboksilat
terhadap alkohol, seperti pada esterifikasi Fischer lebih disukai ketimbang
asilasi dengan anhidrida asam (ekonomi atom yang rendah) atau asil klorida
(sensitif terhadap kelembaban). Kelemahan utama asilasi langsung adalah
konstanta kesetimbangan kimia yang rendah. Hal ini harus diatasi dengan
menambahkan banyak asam karboksilat, dan pemisahan air yang menjadi hasil
reaksi. Pemisahan air dilakukan melalui destilasi Dean-Stark atau penggunaan
saringan molekul.
2.
Reaksi perak karboksilat dengan alkil halida
Pembuatan ester ini melibatkan senyawa yaitu perak karboksilat (RCOOAg)
dan alkil halida (R-X). Misalnya, akan dibuat senyawa ester yaitu metil
propanoat, maka kita dapat mereaksikan perak propanoat dengan klorometana.
3.
Reaksi asil klorida (klorida asam) dengan alkohol
Metode ini hanya berlaku bagi alkohol dan fenol. Untuk fenol, reaksi
terkadang dapat ditingkatkan dengan pertama-tama mengubah fenol menjadi bentuk
yang lebih reaktif. Jika kita menambahkan sebuah asil klorida kedalam sebuah
alkohol, maka reaksi yang terjadi cukup progresif (bahkan berlangsung hebat)
pada suhu kamar menghasilkan sebuah ester dan awan-awan dari asap hidrogen yang
asam dan beruap.
4.
Reaksi anhidrida asam alkanoat dengan alkohol
Reaksi ini juga bisa digunakan untuk membuat ester baik dari alkohol
maupun fenol. Reaksinya berlangsung lebih lambat dibanding reaksi sebanding
yang menggunakan asil klorida, dan campuran reaksi biasanya perlu dipanaskan.
Untuk fenol, kita bisa mereaksikan fenol dengan larutan natrium hidroksida
pertama kali, yang menghasilkan ion fenoksida yang lebih reaktif. Reaksi yang
berlangsung pada suhu kamar cukup lambat (atau lebih cepat jika dipanaskan).
Tidak ada perubahan yang dapat diamati pada cairan tidak berwarna, tetapi
sebuah campuran antara etil etanoat dengan asam etanoat terbentuk. Reaksi
dengan fenol kurang lebih sama, tetapi lebih lambat. Fenil etanoat terbentuk
bersama dengan asam etanoat. Jika fenol pertama-tama diubah menjadi natrium
feroksida dengan menambahkan larutan hidroksida, maka reaksinya berlangsung
lebih cepat. Fenil etanoat akan terbentuk, tapi kali ini produk lainnya adalah
natrium etanoat bukan asam etanoat.
2.6.1
Proses
Pemurnian Ester
1.
Penambahan Na2CO3
Na2CO3 berfungsi
untuk menetralkan ester dengan cara mengikat ion-ion H+ yang
sebelumnya diperoleh dari katalisnya yang bersifat asam dan juga dari
reaktannya yaitu asam karboksilat. Na2CO3 juga merupakan
pelarut ion karena merupakan elektrolit yang kuat. Hasilnya akan terbentuk dua
lapisan yang diakibatkan oleh perbedaan densitas antara larutan ester dengan
lapisan larutan Na2CO3 yang memiliki densitas 2.533 g/ml.
lapisan bawah akan mengandung Na2CO3, zat pengotor, sisa
pengotor, sisa pereaksi dan pembawa asam, sedangkan lapisan atas merupakan
larutan yang lebih kecil densitasnya yaitu ester dan air (Styaningrum, 2013).
Tabel 2.3 Sifat fisia dan kimia natrium
karbonat
Sifat Fisika
|
Sifat Kimia
|
Padatan kristal berwarna putih
|
Mudah Lapuk oleh Udara
|
Nama Trivial : Soda Cuci
|
Beracun
|
Titik lebur : 851oC
|
Dapat digunakan sebagai pembersih
|
Berat Molekul : 105,998 gr/mol
|
Pelunak air sadah
|
-
|
Pereaksi dalam pembuatan kaca
|
(Sumber : Suparno, 2006)
2.
Pencucian dengan menggunakan CaCl2
anhidrat
CaCl2 anhidrat akan reaktif terhadap air yang merupakan hasil
sampingan dari reaksi esterifikasi. Ion Ca+ dan ion Cl-
akan tersebar pada molekul H2O dan mengubah keelektronegatifan dari
H2O sehingga menyebabkan H2O terpisah dan membentuk 2
lapisan. Lapisan bawah merupakan H2O, sedangkan lapisan atas
merupakan ester (Styaningrum, 2013).
Tabel
2.4 Sifat fisika dan kimia kalsium klorida
Identifikasi
|
Karakteristik
|
Keadaan fisik dan penampilan
|
Solid
|
Bau
|
Berbau
|
Rasa
|
Garam
|
Berat Molekul
|
74,55 gr/mol
|
Titik didih
|
14200C
|
Kelarutan
|
Larut dalam air dingin, air panas. Sangat sedikit larut dalam metanol,
n-oktanol.
|
(Sumber : Suparno, 2006)
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat-alat yang digunakan
1.
Erlenmeyer 250 ml
2.
Penangas air
3.
Gelas Ukur 100 ml
4.
Statif
5.
Klem
6.
Termometer
7.
Batang pengaduk
8.
Kaca arloji
9.
Kondensor
10.
Tali
11.
Selang
12.
Botol sampel
13.
Pipet tetes
3.2 Bahan-bahan yang digunakan
1.
Etanol
2.
Asam asetat
3.
H3PO4
4.
HCl
5.
Kertas saring
6.
Alumunium foil
7.
Air
8.
Tisu
9.
Na2CO3
10.
CaCl2
3.3 Prosedur Percobaan
1.
Ke dalam erlenmeyer ditambahkan etanol 80 ml dan asam asetat 60 ml
dan beberapa batu didih.
2.
Ke dalam erlenmeyer ditambahkan katalis HCl 10 ml pada sampel 1
sedangkan pada sampel ke 2 katalis yang digunakan H3PO4
3.
Erlenmeyer dipanaskan dan diaduk pada suhu
55-60 oC selama 15 menit.
4.
Kondensor kemudian dirangkai.
5.
Proses distilasi dilakukan setelah refluks pertama dengan suhu
maksimal + 4 oC selama 1,5 jam.
6.
Setelah proses distilasi selesai, hasil distilat ditambah Na2CO3
sebanyak 5 gram.
7.
Hasil dari penambahan Na2CO3 akan membentuk 2
lapisan, lapisan endapan dibawah dibuang dan larutan diatasnya ditambah CaCl2
anhidrat sebanyak 5 gram.
8.
Hasil dari penambahan CaCl2 anhidrat juga akan membentuk
2 lapisan. Lapisan endapan bawah dibuang sedangkan lapisan larutan disaring
dengan kertas saring.
9.
Hasil dari penyaringan dihitung volume dan densitasnya.
3.4 Rangkaian Alat
3.4.1
Rangkaian Distilasi
Gambar 3.1 Rangkaian Distilasi
Keterangan : 1. Statif
2. Klem
3.
Termometer
4.
Kondensor
5.
Erlenmeyer
3.4.1 Rangakaian corong pemisah
Gambar 3.2 Rangakaian corong pemisah
Keterangan : 1. Statif
2. Klem
3. Corong Pemisah
4. Erlenmeyer
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
Perlakuan
|
(Etanol 80 ml+asam asetat 60 ml+H3PO4
10 ml)
|
(Etanol 80 ml+asam asetat 60 ml+H3PO4
10 ml)
|
Suhu refluks
pertama
|
58oC
|
58oC
|
Waktu refluks pertama
|
55,48 menit
|
58,13 menit
|
Volume
|
33 ml
|
10 ml
|
Densitas
|
0,932 gr/ml
|
0,902 gr/mr
|
4.2 Pembahasan
Pembuatan
ester dalam percobaan ini mereaksikan etanol dan asam asetat dengan katalis
asam klorida dan asam sulfat dengan wujud berupa cairan tak berwarna dan
memiliki aroma khas seperti balon. Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi
yang bersifat reversibel (dapat balik) karena ketika asam karboksilat (asam
asetat) dan alkohol (etanol) dipanaskan untuk bereaksi maka akan terjadi reaksi
kesetimbangan antara ester dan air, artinya bahwa ester dan air yang terbentuk
dapat kembali menghasilkan reaktan-reaktannya yaitu asam asetat dan etanol.
Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil reaksi yang banyak maka diusahakan agar
reaksi cenderung bergeser ke arah produk yaitu dengan cara reaktan dibuat
berlebih yang dalam percobaan ini etanol dibuat berlebih ketika direaksikan
dengan asam asetat (Anshory,
H,I. 2003).
Pada pembuatan etil asetat dalam percobaan ini
yang divariasikan adalah katalis yaitu HCl dan H3PO4.
Percobaan pertama yang dilakukan adalah memasukkan etanol 80 ml dan asam asetat
sebanyak 60 ml ke dalam labu didih kemudian ditambah dengan batu didih. Fungsi
penambahan batu didih adalah untuk pemerata pemanasan dan ditambah dengan HCl
sebanyak 10 ml sebagai katalis yang berguna untuk mempercepat reaksi dan
menurunkan energi aktivasi yang dilakukan dalam lemari asam. Labu didih yang
berisi larutan tersebut didinginkan dengan air yang terdapat pada panangas air
sambil diaduk. Hal ini bertujuan agar labu didih tidak pecah, karena terjadi
reaksi eksoterm. Setelah itu larutan tersebut dipanaskan dengan penangas air
dan kondensor refluks terbalik selama 90 menit dengan rentang suhu 55-60℃. Pada saat refluks
suhu harus dijaga konstan pada rentang 55-60oC. Jika suhu terlalu
rendah maka reaksi tidak akan sempurna dan jika suhu terlalu tinggi, maka
etanol akan mudah menguap karena titik
didih etanol adalah 78,37℃
(Fessenden
dan Joan S, 1982).
Setelah 90 menit, kemudian larutan didinginkan. Hal yang sama dilakukan pada
percobaan kedua dengan menggunakan katalis asam fosfat 10 ml.
Kemudian ditambahkan natrium
karbonat (Na2CO3 20%) pada corong pemisah. Penambahan ini
dimaksudkan untuk mencuci agar pengotor yang masih ada dalam etil asetat
dihilangkan. Dari hasil percobaan terlihat bahwa pengotor dan garam natrium
yang larut dalam air ini berada pada lapisan bawah sedangkan etil asetat berada
pada lapisan atas. Pembentukan dua lapisan ini
disebabkan oleh adanya perbedaan massa jenis, dimana garam natrium yang larut
dalam air memiliki massa jenis yang lebih besar daripada senyawa organik yang
terbentuk garam natrium memiliki berat jenis 2.54 gr/mL sedangkan etil asetat
0.897 gr/mL. Selain itu, kepolaran juga sangat mempengaruhi terjadinya
pemisahan lapisan ini, dimana garam natrium dalam air ini bersifat polar
sedangkan senyawa-senyawa organik yang dihasilkan (etil asetat) bersifat non
polar. Berdasarkan sifat kelarutannya, senyawa polar tidak akan larut dalam
pelarut non polar dan begitu pula sebaliknya, pelarut polar tidak dapat
melarutkan senyawa non polar.
Kemudian ditambahkan dengan CaCl2
ke dalam larutan etil asetat yang telah dibersihkan dari pengotor. Tujuan
penambahan CaCl2 anhidrat dalam etil asetat adalah untuk
menghilangkan kadar air yang mungkin masih terdapat pada etil asetat.
Mekanismenya adalah CaCl2 anhidrat yang bersifat higroskopis akan
menarik air yang mungkin masih tersisa pada etil asetat setelah pemisahan melalui
corong pemisah. Setelah ditambah dengan CaCl2, maka etil asetat
disaring dengan kertas saring.
Pada percobaan ini, hasil yang
diperoleh pada percobaan I dengan katalis asam klorida sebanyak 33 ml dan
densitasnya 0,932 gr/ml dan hasil pada percobaan II dengan katalis asam fosfat
sebanyak 10 ml dan densitasnya 0,902 gr/ml. Sedangkan volume ester yang
dihasilkan secara stoikiometri sebanyak 103,3 ml. Hal ini dipengaruhi oleh
waktu reaksi yang singkat yaitu selama 90 menit. Seharusnya
waktu optimum yang digunakan adalah 120 menit (Zuliyana, 2010). Semakin lama waktu reaksi, maka semakin banyak produk
yang dihasilkan, karena ini akan memberikan kesempatan reaktan untuk
bertumbukan satu sama lain. Namun jika kesetimbangan telah tercapai, tambahan
waktu reaksi tidak akan mempengaruhi reaksi (Kirk & Othmer, 1978).
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.
Etil asetat dapat dibuat melalui reaksi esterifikasi dimana asam
asetat direaksikan dengan etanol menggunakan katalis HCl dan H3PO4.
2.
Densitas etil asetat hasil percobaan yang
didapat untuk sampel 1 sebesar 0,932 gr/ml sedangkan sampel 2 sebesar 0,902
gr/ml.Volume etil asetat hasil percobaan yang didapat untuk sampel 1dan sampel
2 secara berturut sebesar 33 ml dan 10
ml.
3.
Volume etil asetat yang didapat dari
hasil perhitungan stoikimetri sebesar 103,3 ml.
5.2 Saran
Untuk melakukan destilasi, alat harus dipasang dengan baik agar
tidak mempengaruhi percobaan. Pengaturan suhu harus lebih teliti dan saat menggunakan
lemari asam praktikan diharapkan menggunakan masker dan sarung tangan untuk
menghindari kecelakaan praktikum
DAFTAR PUSTAKA
Abraham. 2010. Penuntun Kimia Organik II. Universitas Haluoleo: Kendari
Achmad, S. 1983. Kimia Organik.
Jakarta: Erlangga.
Anshory,
H.. I. 2003. Acuan Pelajaran Kimia. Jakarta: Erlangga.
Austin, G.T. 1984. Shreve’s
Chemical Process Industries. Singapura: McGraw-Hill Book Co.
Brady. J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Carey, F. 1993. Advanced
Organic Chemistry Part B : Reaction a Syntesis. London: Plenum Press.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta: Depkes RI.
Fessenden, Ralph J dan Joan S.
Fessenden,
1982, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
Ganiswarna.
1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: Universitas Indonesia.
Halim. 1990. Analisis Kimia Kuantitatif edisi 1. Jakarta: Erlangga.
Hedricson. 1988. Penuntun Praktikum Kimia Organik Sintetik.
Makassar: Fakultas Farmasi, UMI
Kirk. R,E dan Othmer. D,F. 1978. Encyclopedia
of Chemical Technology. edisi ketiga. A Willey Interscience Publicatioin.
John Wiley and Sons. Inc. New York.
Myers, R.I. 2007. The 100 Most
Important Chemical Compounds: A Reference Guide. Westport: Greenwood Press.
Styaningrum, R.W. 2013. Pembuatan
Etil Asetat dengan Reaksi Esterifikasi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Suparno, 2006, “Ester dari asam lemak”, Medan :Universitas
Sumatera Utara
Respati. 1986. Pengantar Kimia Organik. Jakarta : Balai
pustaka.
Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil
Ester(Biodiesel) dari Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan
Transesterifikasi. Semarang: Universitas Diponegoro.
mari gabung bersama kami di Aj0QQ*c0M
ReplyDeleteBONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
BONUS REFERAL 20% seumur hidup.