PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lemak dan minyak terdapat hampir pada semua bahan pangan
dengan kandungan yang berbeda-beda, ikan dan ayam
merupakan salah satu jenis bahan pangan yang dapat dibudidayakan oleh
manusia. Minyak ikan termasuk senyawa lipid yang bersifat
tidak larut dalam air. Mengkonsumsi minyak ikan patin dapat mengatasi penyakit
jantung, meningkatkan fungsi otak, menjaga kulit terlihat muda. Minyak ikan ini
dibagi menjadi dua golongan, yaitu minyak hati ikan (fish liver oil) yang terutama dimanfaatkan sebagai sumber vitamin A
dan D, dan golongan lainnya adalah
minyak tubuh ikan (fish body oil).
Dari segi ekonomi, ikan patin termasuk ikan dengan harga jual yang tinggi di
pasaran, sedangkan olahan dari minyak ikan patin belum banyak dikembangkan
sehingga dapat menjadi peluang bisnis yang besar (Alviona, 2013).
Lemak ayam dicirikan dengan relatif tingginya
kandungan kolesterol dan mengandung sedikit asam lemak tidak jenuh. Tingginya
konsumsi daging dan produk olahan daging dapat meningkatkan resiko terjadinya
penyakit pada sistem sirkulasi darah. Pada percobaan ini, pengambilan minyak
ikan dari limbah ikan patin dan minyak ayam dari lemak ayam menggunakan metode
ekstraksi yaitu suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak. Metode ekstraksi yang digunakan adalah dengan
cara dry rendering (tanpa penambahan
air) selama proses berlangsung (Ahira, 2009).
1.2 Tujuan
1.
Memahami proses
ekstraksi miyak ikan dari limbah ikan dan miyak ayam dari limbah ayam
2.
Memahami cara
menghitung rendemen minyak ikan dari limbah ikan dan minyak ayam dari limbah ayam
3.
Memahami cara menentukan kadar asam
lemak bebas, densitas, viskositas, serta laju pembentukan asam lemak bebas
dalam minyak ikan dari limbah ikan dan minyak ayam dari limbah ayam
1
|
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Baku
2.1.1 Minyak dari Lemak Ayam
Ayam merupakan salah satu ternak unggas yang sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat. Daging ayam
merupakan bahan makanan bergizi tinggi yang
mudah untuk didapat, rasanya enak, teksturnya empuk, baunya tidak terlalu
amis serta harga yang terjangkau
oleh semua kalangan masyarakat sehingga disukai banyak orang dan sering digunakan sebagai bahan utama dalam
pembuatan makanan (Kottelat, 1993).
Tabel 2.1 Klasifikasi ilmiah ayam
Klasifikasi
|
Hasil klasifikasi
|
Kingdom
Phylum
Subphylum
Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
|
Animalia
Chordata
Vertebrata
Aves
Galliformes
(Game Birds)
Phasianidae
(Peasants)
Gallus
Gallus
gallus
|
(Sumber: Kottelat, 1993).
Daging ayam yang
biasa di konsumsi di Indonesia adalah ayam pedaging (broiler) dan ayam kampung.
Setiap orang punya pilihannya masing-masing dengan alasan yang berbeda misalnya
karena ayam broiler lebih cepat empuk daripada ayam kampung atau karena ayam
kampung memiliki kandungan lemak yang lebih sedikit daripada ayam broiler (Panagan, 2011).
Berikut ini beberapa ciri-ciri daging ayam broiler :
1.
Ayam
broiler mengandung air yang lebih banyak maka dala pengolahannya ayam broiler lebih cepat matang dan lebih
cepat empuk dalam pengolahannya.
2.
Warna daging ayam broiler putih
kemerahan.
2
|
3.
Kandungan
lemak dalam ayam broiler lebih banyak terutama pada bagian bawah kulit dan
ekor.
Berikut ini beberapa ciri-ciri daging ayam kampung :
1.
Daging
ayam kampung mengandung sedikit air sehingga dagingnya lebih kesat dan garing.
2.
Warna
daging ayam lebih gelap dan merah. Itu menandakan daging ayam kampung
mengandung lebih banyak hemoglobin. Oleh karena itu, zat besi pada ayam kampung
juga lebih banyak daripada ayam broiler.
3.
Kandungan
lemak lebih sedikit dibandingkan dengan ayam broiler.
Dilihat dari
kandungan gizinya, daging ayam broiler dan daging ayam kampung memiliki
kandungan protein yang sama besar, sekitar 37gram/100gram bahan. Namun,
perbedaan ada pada kandungan lemak yang pada ayam kampung hanya 9gram/100gram
bahan sedangkan ayam broiler 15gram/100gram. Selain itu, energy yang dihasilkan
dari 100 gram ayam kampung lebih rendah sekitar 246 kcal sedangkan yang
dihasilkan ayam broiler sekitar 295 kcal (Harold, 1983).
Ayam broiler lebih
mudah untuk diperoleh karena biasa dijual di supermarket dalam berbagai jenis
antara lain ayam utuh atau fillet sedangkan ayam kampung biasanya dijual
dipasar dalam keadaan hidup dan setelah dibeli baru ayam tersebut dipotong.
Dari segi harga, ayam kampung cenderung lebih mahal dibandingkan dengan ayam
broiler. Oleh karena itu, mayoritas orang menggunakan ayam broiler sedangkan
ayam kampung hanya digunakan untuk membuat masakan tertentu saja. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan ayam broiler karena lebih efisien dalam
pengolahannya serta harga yang lebih terjangkau (Harold, 1983).
Tabel 2.2 Kandungan Gizi Pada 100 gram Ayam
Kandungan
|
Gizi
Ayam
|
Energi
|
302
kkal
|
Protein
|
18,2
gr
|
Lemak
|
25 gr
|
Kalsium
|
14 mg
|
Fosfor
Zat Besi
|
200
mg
2 mg
|
Vitamin A
|
810 IU
|
Vitamin B1
|
0,08 mg
|
(Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia)
Mengkonsumsi daging ayam memang baik karena mengandung
nilai gizi, mineral, dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Namun, mengkonsumsi
ayam broiler terlalu sering dapat berakibat buruk bagi kesehatan. Ayam broiler
mengandung suntikan hormon yang disuntikkan dibagian leher dan sayap ayam.
Hormon tersebut dapat menumpuk didalam daging dan berguna mempercepat
pertumbuhan ayam tersebut. Suntikan hormon tersebut berbahaya dan dapat memicu
berbagai penyakit seperti kanker dan kista. Oleh karena itu, ayam broiler tidak
boleh terlalu sering untuk dikonsumsi (Winarno, 1992 ).
2.1.2 Minyak dari Lemak Ikan
Minyak ikan adalah salah satu zat gizi yang mengandung asam lemak kaya
manfaat karena mengandung sekitar 25% asam lemak jenuh dan 75% asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty acid yang disingkat PUFA,
diantaranya DHA dan EPA dapat membantu proses tumbuh-kembangnya otak (kecerdasan), perkembangan indra penglihatan, dan sistem kekebalan
tubuh bayi balita. Kandungan minyak di dalam ikan ditentukan beberapa faktor, yaitu jenis ikan, jenis
kelamin, umur (tingkat kematangan), musim, siklus bertelur, letak geografis perairan dan jenis makanan yang dikonsumsi ikan tersebut. Asam
lemak linolenat yang termasuk kedalam klas Omega-3, adalah asam
lemak essensial yaitu asam lemak yang dibutuhkan tubuh dan mengandung
ikatan rangkap yang tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia (Estiasih, 2009).
Minyak ikan
telah lama digunakan dan dikenal luas di seluruh dunia.
Di Skotlandia ekstraksi minyak ikan digunakan untuk membantu pertumbuhan tulang
belakang dan perkembangan
syaraf pusat. Di Inggris, Perancis, Jerman dan Belanda, minyak hati ikan Cod digunakan untuk menyembuhkan penyakit paru-paru, rematik dan penyakit tulang lainnya. Berbagai penyakit tersebut dapat
disembuhkan karena minyak ikan mengandung PUFA khususnya omega-3. Asam lemak omega-3 yang paling banyak terdapat dalam minyak ikan adalah EPA, AA, DHA (Alviona, 2013).
Asam lemak ini
dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti aterosklerosis (penyempitan dan
pengerasan pembuluh darah), thrombosis
mellitus , asma, mencegah proses
penuaan dan conning. Kekurangan PUFA akan meningkatkan resiko terkena kanker,
menurunkan kekebalan tubuh
meningkatkan resiko thrombosis dan aterosklerosis, menurunkan HDL,
menyebabkan oksidasi dinding pembuluh darah serta meningkatkan resiko terkena
batu empedu. Tromboksan, prostaksilin dan leukotrien merupakan hormon eikosanoat yang mempunyai jumlah
atom karbon 20 dan merupakan asam lemak omega-6 Eikosanoat diproduksi dari asam lemak diet, maka pencegahan
penyakit yang bersifat jangka panjang diperoleh dengan pengaturan diet
sehari-hari. Manfaat minyak ikan untuk kesehatan antara lain (Alviona,
2013):
Mencegah penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner umumnya disebabkan oleh aterosklerosis,
dimana komponen darah yang berperan dalam pembentukan aterosklerosis adalah trigliserida dan
kolesterol. Orang yang mengkonsumsi minyak ikan yang kaya akan asam lemak
omega-3 memiliki kadar total kolesterol dan trigliserida darah yang lebih
rendah (masing-masing 0,36 dan 1,2 mmol/L) dibandingkan
dengan orang yang mengkonsumsi lemak sapi yang kaya akan asam lemak jenuh (masing-masing 0,87 dan 2,18
mmol/L) dan minyak kacang yang kaya akan asam lemak omega-6 (masing-masing
0,37 dan 2,20 mmol/L).
Kolesterol dibuat oleh tubuh dari asam-asam lemak yang berasal dari diet. Bila konsumsi asam lemak jenuh berlebih, maka hati akan terus
menimbun kolesterol yang akan ditimbun dalam tubuh dan diedarkan melalui darah.
Substitusi asam lemak jenuh dengan PUFA, khususnya asam lemak omega-3 akan mengurangi kadar kolesterol darah. Tingkat kolesterol plasma darah orang sehat yang normal berkisar antara 200-250 mg/100ml darah atau 5,2-6,4 mmol/L darah (Alviona, 2013).
Mengobati kerontokan rambut di Jepang
ditemukan bahwa DHA dapat menyembuhkan kerontokan rambut akibat kanker. DHA memberikan efek sinergis dengan
obat anti kanker tipe alkil. Sistem kekebalan tubuh telah diketahui bahwa eiksanoid juga
berperan dalam mempertahankan sifat kekebalan tubuh. Thrombosit maupun limposit yang terbentuk dalam sumsum tulang berhubungan
dengan eiksanoid sebagai fungsi
pengatur. Hingga saat ini
belum diketahui interaksi seluler antara eiksanoid dengan
prekursor thrombosit atau limposit ini dalam pembentuk sifat
kekebalan tubuh. Oleh
karena itu eiksanoid berperan dalam
sistem kekebalan tubuh, maka konsumsi
asam lemak omega-3 berpengaruh terhadap sistem imunitas (Alviona,
2013).
Penyakit kanker beberapa studi epidermologi telah membahas adanya hubungan antara konsumsi lemak dengan penyakit kanker tertentu, seperti kanker payudara, kanker usus dan kanker kelenjar. Diduga komponen penyebab tumor dan kanker itu adalah asam-asam lemak tak jenuh omega-6. Penambahan 15% minyak jagung dalam diet tikus-tikus percobaan yang telah diinduksi dengan tumor dapat meningkatkan kecepatan pertumbuhan tumor tersebut. Diet
dengan ikan “Menhaden” telah terbukti menurunkan induksi dan pertumbuhan tumor pada tikus-tikus percobaan. Hal ini diduga disebabkan oleh asam-asam lemak tak jenuh omega-3 yang berhubungan dengan modifikasi metabolisme prostaglandin (Alviona, 2013).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi minyak adalah salah satu cara untuk
mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang mengandung minyak atau lemak. Prinsip
dasar ekstraksi ialah pemisahan suatu zat berdasarkan perbandingan distribusi
zat yang terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling melarutkan.
Cara ekstraksi yang biasa dilakukan ada 3 cara yaitu rendering, pengepresan mekanis dan ekstraksi dengan pelarut.
Ekstraksi dapat dibagi menjadi 3, yaitu: rendering,
pengepresan mekanik, dan ekstraksi dengan pelarut (Rapl,
1986).
2.2.1
Rendering
Rendering merupakan
suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak
atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara rendering,
penggunaan panas adalah sesuatu yang spesifik yang bertujuan untuk menggumpalkan
protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut
sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya.
Menurut pengerjaannya rendering dibagi dengan dua cara, yaitu Rendering
basah (wet rendering) dan Rendering kering (dry rendering) (Ketaren, 1986).
Wet
rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah
air selama berlangsungnya proses tersebut. Proses rendering basah digunakan untuk ikan-ikan berlemak tinggi dan dalam
jumlah banyak. Langkah-langkah yang dilakukan terdiri dari pencincangan,
pemasakan dengan uap, pengepresan dan pemisahan. Pengepresan menghasilkan 2
bagian yaitu bagian padatan (press cake) dan cairan (press liquor).
Padatan dipakai sebagai bahan pembuatan tepung ikan. Sedangkan cairan merupakan
minyak Ikan. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau tertutup dengan
mengunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan uap
(40-60 psi). Pengaturan temperatur rendah dalam proses wet rendering dilakukankan
jika di inginkan flavor netral dari
minyak atau lemak (Ketaren, 1986).
Bahan yang di ektraksi di tempatkan pada
ketel yang dilengkapi dengan alat pengaduk. Kemudian air ditambahkan dan
campuran tersebut dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 50oC sambil
diaduk. Minyak yang diektraksi alan naik ke atas dan kemudian dipisahkan.
Peralatan yang dipergunakan adalah autoclave
atau digester. Air dan bahan yang
diektraksi dimasukkan ke dalam digester
dengan tekanan uap air sekitar 40 sampai 60 pound
selama 4-6 jam (Ketaren, 1986).
Dry
rendering adalah cara rendering
tanpa penambahan air selama proses berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan dilengkapi
dengan steam jacket serta alat
pengaduk (agitator). Bahan yang diperkirakan mengandung minyak atau lemak
dimasukkan ke dalam ketel tanpa penambahan air, bahan tadi dipanaskan sambil
diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 2200F sampai 2300F
(105oC-1100C). Ampas bahan yang telah diambil minyaknya
akan diendapkan pada dasar ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan
dari ampas yang telah mengendap dan pengambilan minyak dilakukan di bagian atas
ketel (Kamini, 2016).
2.2.2. Pengepresan Mekanik
Pengepresan mekanik
merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan yang
berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan
yang berkadar minyak tinggi (30-70%). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan
perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya.
Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan dan
penggilingan serta tempering atau pemasakan. Dua cara yang umum dalam
pengepresan mekanis, yaitu pengepresan hidrolik (hydraulic
pressing) dan pengepresan berulir (expeller
pressing) (Ketaren, 1986).
Pada cara hydraulic pressing bahan dipres dengan
tekanan sekitar 2000 pound/inch2
(140,6 kg/cm2 = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat
diektraksi tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan,
serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan banyaknya minyak yang
tersisa pada bungkil bervariasi sekitar 4-6% tergantung dari lamanya bungkil
ditekan di bawah tekanan hidraulik (Ketaren, 1986).
Cara expeller
pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses
pemasakan. Proses pemasakan berlangsung pada temperatur 240oF(115,5oC)
dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch2.
Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar sekitar 2,5-3,5% sedangkan
bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak sekitar 4-5% (Ketaren, 1986).
2.2.3. Ekstraksi dengan Pelarut
Prinsip dari proses ini
adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan lemak. Pada
cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1%
atau lebih rendah, dan mutu minyak kasar yang dihasilkan cenderung menyerupai
hasil dengan expeller pressing, karena sebagai fraksi bukan minyak akan ikut
terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam proses
ektraksi dengan pelarut yang mudah menguap seperti petroleum eter, gasolin
karbon disulfida, karbon tetraklorida, benzena dan n-heksan. Perlu diperhatikan
bahwa jumlah pelarut menguap atau hilang tidak boleh lebih dari 5%. Bila lebih,
seluruh sistem solvent extraction
perlu diteliti lagi (Susanto, 2002).
Cara ekstraksi ini
dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut dan digunakan untuk bahan yang
kandungan minyaknya rendah. Lemak dalam bahan dilarutkan dengan pelarut. Tetapi
cara ini kurang efektif, karena pelarut mahan dan lemak yang diperoleh harus
dipisahkan dari pelarutnya dengan cara diuapkan. Sleain itu, ampasnya harus
dipisahkan dari pelarut yang tertahan, sebelum dapat digunakan sebagai bahan
makanan ternak. Ada tiga metode ekstraksi pelarut yaitu maserasi, perkolasi,
dan sokletasi (Ketaren, 1986).
Maserasi
merupakan metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dengan pelarut yang
cocok untuk senyawa yang akan dicari dan dilakukan berulang-ulang hingga senyawa
tersebut habis dari sampel yang ditandai dengan warna pelarut yang berubah
menjadi bening setelah perendaman. Maserasi
berasal dari bahasa latin Macerace berarti
mengairi dan melunakkan. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling
sederhana. Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungnan simplisia
dari sel yang rusak, yang terbentuk saat penghalusan ekstraksi (difusi) bahan
kandungan sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya
keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk
ke dalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir (Ketaren, 1986).
Selama
maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya ini
menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat didalam
cairan. Sedangkan keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan
bahan aktif. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya
ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi,
akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Ketaren,
1986).
Perkolasi
adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurnya (Exhaustiva extraction) yang umumnya
dilakukan pada temperature ruangan. Prinsip perkolasi adalah dengan menempatkan
serbuk sample sisa pada suatu bejana silinder,
yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Proses terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/ penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI, 2000).
Sokletasi
adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalau baru yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi yang dilakukan
menggunakan metoda sokletasi, yakni sejenis ekstraksi dengan pelarut organik
yang dilakukan secara berulang- ulang dan menjaga jumlah pelarut relatif
konstan, dengan menggunakan alat soklet. Minyak nabati merupakan suatu senyawa
trigliserida dengan rantai karbon jenuh maupun tidak jenuh. Minyak nabati
umumnya larut baik dalam pelarut organik, seperti benzen dan heksan. Untuk
mendapatkan minyak nabati dari bagian tumbuhan dapat dilakukan metode sokletasi
dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Nazarudin,
1992).
Proses
sokletasi digunakan untuk ekstraksi lanjutan dari suatu senyawa dari material
atau bahan padat dengan pelarut panas. Alat yang digunakan adalah labu didih,
ekstraktor dan kondensor. Sampel dalam sokletasi perlu dikeringkan sebelum
disokletasi. Tujuan dilakukannya pengeringan adalah untuk mengilangkan
kandungan air yang terdapat dalam sample sedangkan dihaluskan adalah untuk
mempermudah senyawa terlarut dalam pelarut. Di dalam
sokletasi digunakan pelarut yang mudah menguap. Pelarut itu bergantung pada
tingkatannya, polar atau non polar (Nazarudin,
1992).
2.3
Produk
2.3.1
Lemak dan Minyak
Minyak dan lemak tidak
berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk
(wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu
kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair. Titik leleh minyak
dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya
jumlah karbon. Banyaknya ikatan ganda dua karbon juga berpengaruh. Trigliserida
yang kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya
berwujud minyak sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam
stearat dan palmitat, biasanya adalah lemak. Semua jenis lemak tersusun dari
asam asam lemak yang terikat oleh gliserol. Sifat dari lemak tergantung dari
jenis asam lemak yang terikat dengan senyawa gliserol (Ackman, 1982).
Asam-asam lemak yang
berbeda disusun oleh jumlah atom karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom
karbon, yang juga terikat oleh dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang berselang-seling. Asam lemak dengan
rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap gaya tarik menarik
intermolekul, (dalam hal ini yaitu gaya Van der waals) sehingga titik leburnya
juga akan naik. Trigliserida
alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan
penyusun utama lemak hewan dan nabati. Trigliserida termasuk lipid sederhana
dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam tubuh manusia (Estiasih, 2009).
Berikut ini adalah
persamaan umum pembentukan trigliserida.
Keragaman jenis trigliserida bersumber dari kedudukan dan jati diri asam lemak.
Trigliserida sederhana adalah triester yang terbuat dari gliserol dan tiga
molekul asam lemak yang sama. Contohnya, dari gliserol dan tiga molekul asam
stearat akan diperoleh trigliserida sederhana yang disebut gliseril tristearat
atau tristearin. Trigliserida sederhana jarang ditemukan. Kebanyakan
trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen
asam lemak yang berbeda. Lemak hewan dan minyak nabati merupakan campuran
beberapa trigliserida. Asam-asam lemak yang menyusun lemak juga dapat dibedakan
berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon (Estiasih, 2009).
Berdasarkan jumlah atom
hidrogen yang terikat kepada atom karbon, maka asam lemak dapat dibedakan menjadi dua yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak
jenuh.
1. Asam
lemak jenuh
Asam
lemak jenuh merupakan asam lemak dimana dua atom hidrogen terikat pada satu
atom karbon. Dikatakan jenuh karena atom karbon telah mengikat hidrogen secara
maksimal.
2. Asam lemak tak jenuh
Asam lemak jenuh
merupakan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap. Dalam hal ini, atom karbon
belum mengikat atom hidrogen secara maksimal karena adanya ikatan rangkap.
Lemak yang mengandung satu saja asam lemak tak jenuh disebut lemah jenuh. Asam
lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh berbeda dalam energi yang dikandungnya
dan titik leburnya. Karena asam lemak tak jenuh mengandung ikatan
carbon-hidrogen yang lebih sedikit dibandingkan dengan asam lemak jenuh pada
jumlah atom karbon yang sama, asam lemak tak jenuh memiliki energi yang lebih
sedikit selama proses metabolisme daripada asam lemak jenuh pada keadaan dimana
jumlah atom karbon sama (Ghufran, 2010).
Asam lemak jenuh dapat
tersusun dalam susunan yang rapat, sehingga asam lemak jenuh dapat dibekukan
dengan mudah dan berwujud padatan pada temperatur ruangan. Tetapi ikatan
rangkap yang kaku dalam lemak tak jenuh mengubah kimia dari lemak. Terdapat dua
cara ikatan ini disusun yaitu isomer
dengan kedua bagian dari rantai pada sisi yang sama dan isomer dengan rantai
yang berlawanan pada ikatan ganda (Ghufran, 2010).
a. Isomer dengan kedua
bagian dari rantai pada sisi yang sama (cis; hanya terdapat pada lemak alami). Isomer cis mencegah lemak dari
penumpukan seperti halnya yang terjadi pada ikatan jenuh. Hal ini menurunkan
gaya intermolekul diantara molekul lemak, sehingga menyebabkan lemak cis tak
tejuh lebih sulit untuk membeku. Lemak cis tak jenuh biasanya merupakan cairan
pada temperatur ruangan.
a.
Isomer dengan rantai yang berlawanan
pada ikatan ganda isomer trans, biasanya merupakan produk dari hidrogenasi
parsial dari lemak tak jenuh alami (Ghufran, 2010).
2.3.2 Asam Lemak
Asam lemak merupakan
asam organik berantai panjang yang mempunyai atom karbon 4-24, memiliki gugus
karboksil tunggal, dan ujung hidrokarbon nonpolar yang panjang sehingga
menyebabkan hampir semua lipid bersifat tidak larut dalam air. Asam lemak
dibedakan menjadi asam lemak jenuh (Saturated
Fatty Acid) dan asam lemak tak jenuh (Unsaturated
Fatty Acid) (Susanto,
2002).
Asam lemak jenuh
memiliki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan asam lemak tak jenuh
sehingga menjadi dasar dalam menentukan sifat fisik lemak dan minyak. Lemak
tersusun oleh asam lemak tak jenuh sehingga lemak akan berbentuk padat pada
suhu kamar. Minyak tersusun oleh asam lemak jenuh sehingga minyak akan
berbentuk cair pada suhu kamar (Ketaren, 1985).
Asam lemak jenuh memiliki
rantai karbon yang tidak ada ikatan rangkap, sedangkan asam lemak tak jenuh
memiliki ikatan rangkap. Asam lemak tak jenuh yang mengandung satu ikatan
rangkap disebut sebagai asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid), sedangkan asam lemak yang memiliki dua
atau lebih ikatan rangkap disebut sebagai asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid). Semakin
panjang rantai karbon dan semakin banyak jumlah ikatan ragkapnya, maka semakin
besar pula kecenderungan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah
(Ketaren, 1985).
Beberapa contoh asam
lemak yang terdapat didalam minyak dan lemak dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 2.3. Asam Lemak Jenuh
Jenis Asam
|
Rumus Molekul
|
Sumber/Asal
|
||
Asetat
|
CH3COOH
|
Minyak pohin spindle
|
||
Laurat
|
CH3(CH2)9
COOH
|
Susu, minyak laural, minyak inti sawit,
minyak kelapa
|
||
Palmitat
|
CH3(CH2)14
COOH
|
Sebagian besar lemak hewani dan nabati
|
||
Stearat
|
CH3(CH2)16
COOH
|
Idem
|
||
Lignoserat
|
CH3(CH2)22
COOH
|
Minyak kacang, sphingomyelin, minyak kacang tanah
|
||
(Sumber: Ketaren, 1985).
Tabel 2.4. Asam Lemak Tak Jenuh
|
||||
Jenis Asam
|
Rumus Molekul
|
Sumber/Asal
|
||
Oleat
|
CH3(CH2)7=
CH(CH2)7COOH
|
Di sebagian besar lemak dan minyak
|
||
Erukat
|
CH3(CH2)7=
CH(CH2)11COOH
|
Minyak rape seed, mustard, minyak hati ikan hiu
|
||
Linoleat
|
CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH
|
Minyak biji kapas, biji lin, biji poppy
|
||
Linolenat
|
CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH
|
Minyak perilla, biji lin
|
||
(Sumber: Ketaren, 1985).
2.3.3 Asam Lemak Bebas (ALB )
Asam lemak bebas adalah asam lemak
yang berada sebagai asam bebas tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak
bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan
lemak netral. Hasil reaksi hidrolisa minyak adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini
akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis
(enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB
yang terbentuk. Asam lemak bebas dalam kosentrasi tinggi yang terikut dalam
minyak sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen
minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam
lemak bebas dalam minyak ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak
(Kottelat, 1993).
Asam lemak bebas terbentuk karena
proses oksidasi, dan hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam
bahan pangan, asam lemak dengan kadar lebih besar dari berat lemak akan
mengakibatkan rasa yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni
tubuh. Timbulnya racun dalam minyak yang dipanaskan telah banyak dipelajari.
Bila lemak tersebut diberikan pada ternak atau diinjeksikan kedalam darah, akan
timbul gejala diare, kelambatan pertumbuhan, pembesaran organ, kanker, kontrol
tak sempurna pada pusat saraf dan memperrsingkat umur (Kottelat, 1993).
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Bahan
– Bahan yang Digunakan
1.
Limbah ikan patin
2.
Limbah ayam
3.
Natrium Sulfat Anhidrat
4.
NaOH yang telah distandarisasi
5.
Phenolptalein/ metil orange
6.
Alkohol (etanol)
7.
Vaseline
8.
Air
3.2 Alat
– Alat yang Digunakan
1.
Alat pengukus
2.
Oven
3.
Alat pengepres
4.
Corong pisah
5.
Buret
6.
Pipet tetes
7.
Erlenmeyer
8.
Gelas kimia
9.
Corong
10.
Botol aqua
11.
Statif
12.
Sarung tangan
13.
Penangas air
3.3 Prosedur
Praktikum
3.3.1 Dry Rendering
1.
Limbah ikan yang telah dicuci
dikeringkan dan ditimbang
2.
Limbah ikan lainnya dioven, selama 4 jam
3.
Limbah ikan dipress untuk mengeluarkan
minyak
4.
Ambil
minyak yang dihasilkan
15
|
5.
Hasil minyak dimasukkan kecorong pisah,
kemudian ditambahkan natrium sulfat
anhidrat
6.
Timbang minyak yang diperoleh
7.
Hitung rendemen yang dihasilkan
Rendemen =
3.3.2 Penentuan
Kadar Asam
Lemak Bebas
1.
NaOH dimasukka kedalam buret
2.
Minyak ikan dan minyak ayam sebanyak 20 ml dimasukkan kedalam
Erlenmeyer
3.
Alkohol sebanyak 20 ml dimasukkan
kedalam Erlenmeyer sebagai pelarut
4.
Campuran dipanaskan didalam water batch selama 5 menit
5.
Fenol ftalein dimasukkan kedalam
Erlenmeyer sebanyak 3 tetes
6.
Sampel dititrasi dengan NaOH
7.
Titik
akhir titrasi dicatat dan ditentukan asam lemak bebas yang didapat
3.3.3 Uji Densitas Minyak
1.
Ditimbang piknometer kosong
2.
Diisi piknmeter dengan sampel hingga
penuh
3.
Piknometer
yang telah diisi ditimbang
3.3.4 Uji Viskositas Minyak
1.
Minyak dimasukkan sebanyak 10 ml kedalam
viskometer
2.
Minyak disedot sampai batas yang telah
ditentukan
3.
Sampai batas yang telah ditentukan
ditutup dengan jari
4.
Lepas jari dan hitung waktu yang dibutuhkan minyak untuk
sampai ke batas garis viskometer
5.
Hitung
viskositas minyak yang didapat
3.3.5 Perhitungan laju pembentukan asam
lemak bebas
1.
Minyak yang didapat dari percobaan
ditimbang
2.
Diamkan dan dihitung waktu pengihatan
3.
Setelah 1 hari, minyak ditimbang
4.
Tentukan
laju pembentukan asam lemak bebas
V
ALB =
2
|
4
|
1
|
3
|
Keterangan :
1. Statif
2. Klem
3. Buret
4. Erlenmeyer
|
Gambar 3.2 Corong Pemisah
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Praktikum
Percobaan ekstraksi
dilakukan dengan menggunakan variabel bahan yaitu limbah ikan patin dan limbah
ayam. Kedua bahan diekstraksi dengan menggunakan proses dry rendering dan dilakukan pengujian pada masing-masing bahan
sehingga didapatkan karakterisasi masing-masing minyak.
Tabel 4.1 Hasil Praktikum
Karakterisasi
|
Minyak Ikan
|
Minyak Ayam
|
Berat
limbah
|
300 gr
|
300 gr
|
Berat
minyak
|
74,67 gr
|
124,62 gr
|
Densitas
|
0,927
gr/ml
|
0,923
gr/ml
|
Viskositas
|
18,44
Ns/m2
|
33,33
Ns/m2
|
Volume
NaOH yang digunakan
|
2 ml
|
1,4 ml
|
Kandungan
ALB
|
0,076%
|
0,032%
|
Rendemen
|
24,89%
|
41,54%
|
Laju
pembentukan ALB
|
0,001
gr/h
|
0,0045
gr/h
|
4.2 Pembahasan
18
|
Minyak yang dihasilkan
dari pemanasan dengan menggunakan oven dimasukkan ke dalam corong pemisah
karena mengandung air sehingga minyak harus dipisahkan. Kemudian minyak pada
corong pemisah ditambahkan dengan natrium sulfat anhidrat untuk mengikat
kandungan air yang terdapat didalam minyak. Setelah penambahan natrium sulfat
anhidrat terbentuk dua lapisan, lapisan bawah adalah larutan larutan Na2SO4,
residu dan lemak, sedangkan lapisan atas adalah minyak. Minyak berada diatas
karena densitas minyak lebih kecil dibandingkan zat pada lapisan bawah. Reaksi
yang terjadi adalah :
H2O + Na2SO4
→ Na2SO4.H2O...............................................(1)
Setelah dipisahkan
dengan corong pemisah, didapatkan minyak ikan patin dengan rendemen 24,89%,
lebih sedikit dari rendemen teoritisnya yaitu 72-76% dengan pemanasan
menggunakan suhu 70-80 oC (Kamini, 2016). Minyak ikan yang
dihasilkan memiliki nilai rendemen yang jauh berbeda dibandingkan nilai
rendemen teoritis. Hal ini dikarenakan dinding sel pada lemak ikan tidak pecah
ketika dilakukan pemanasan dengan oven, sehingga minyak yang terdapat dalam
lemak ikan hanya sedikit yang dapat keluar menembus dinding sel. Sedikitnya
minyak yang dihasilkan juga karena masih adanya komponen lain seperti hati atau
jeoran pada lemak sehingga mengurangi nilai rendemen. Rendemen minyak ayam yang
didapat sebesar 41,54%, mendekati nilai rendemen teoritisnya yaitu 44,38%
(Cecep, 2015). Nilai rendemen minyak ayam hasil praktikum mendekati nilai
rendemen teoritis yang artinya minyak yang dihasilkan bagus dan sesuai teori.
Untuk mendapatkan kadar
asam lemak bebas pada minyak dilakukan titrasi menggunakan larutan NaOH. Minyak
yang akan dititrasi dimasukkan kedalam labu erlemeyer sebanyak 20 ml kemudian
ditambahkan 20 ml etanol sebagai pelarut. Panaskan campuran minyak dan etanol
agar homogen. Setelah dipanaskan, tambahkan 3 tetes phenolptalein sebagai
indikator. Lakukan titrasi hingga larutan berubah menjadi warna merah muda.
Kandungan ALB minyak ikan sebesar 0,076%, lebih rendah dari standar IOFS yaitu
<1,13%. Rendahnya kadar ALB karena komposisi minyak ikan patin tertinggi
adalah asam oleat yang merupakan asam lemak jenuh dengan ikatan tunggal
sehingga stabil (Kamini, 2016). Asam oleat tidak akan mengalami kerusakan
hingga suhu 200 oC. Kandungan ALB minyak ayam sebesar 0,032%,
sedangkan kandungan ALB teoritisnya adalah 0,4% (Cecep, 2015). Nilai ALB hasil
praktikum lebih rendah dari ALB teoritis yang artinya minyak yang dihasilkan
bagus dan sesuai teori.
Uji viskositas
dilakukan dengan menggunakan viscometer. Minyak dimasukkan kedalam viskometer
sebanyak 10 ml kemudian dihitung laju penurunan minyak dalam viskometer.
Viskositas minyak ikan sebesar 18,44 Ns/m2 sedangkan viskositas
minyak ayam sebesar 33,33 Ns/m2.
Uji densitas dilakukan
dengan menggunakan piknometer. Piknometer yang akan digunakan dipanaskan dengan
oven terlebih dahulu agar kadar airnya berkurang. Timbang piknometer hingga
konstan sebagai massa awal piknometer. Kemudian masukkan minyak kedalam
piknometer lalu tutup piknometer. Bersihkan minyak yang tumpah pada piknometer,
kemudian ditimbang. Massa jenis minyak ikan yang didapatkan adalah 0,927 g/ml dan
densitas teoritisnya sebesar 0,893 gr/ml (Ari, 2016), nilai densitas teori dan
hasil praktikum tidak jauh berbeda yang artinya minyak yang dihasilkan memiliki
densitas yang sesuai dengan teori. Massa jenis minyak ayam adalah 0,923 gr/ml,
hasil ini tidak jauh berbeda dengan densitas teoritis minyak ayam yaitu 0,96
gr/ml (Cecep, 2015).
Untuk mengukur laju
pembentukan asam lemak bebas, timbang massa awal minyak. Setelah diukur laju
awal minyak, diamkan minyak selama 20 jam. Setelah didiamkan, timbang kembali
minyak untuk mendapatkan massa akhirnya. Laju pembentukan asam lemak bebas pada
minyak ikan sebesar 0,001 gr/h dan laju pembentukan asam lemak bebas pada
minyak ayam adalah 0,0045 gr/h. Nilai laju pembentukan sangatlah kecil yang
artinya sangat sedikit asam lemak bebas yang terbentuk tiap satuan jam sehingga
minyak ikan dan ayam bisa disimpan untuk jangka waktu yang panjang.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1.
Rendemen minyak ikan dan minyak ayam
yang didapatkan secara berturut sebesar 24,89% dan 41,54%, sedangkan rendemen teoritisnya minyak ikan
dan minyak ayam secara berturut adalah lebih 72-76% dan 44,38%. Hal ini dikarenakan dinding sel pada lemak ikan tidak
pecah ketika dilakukan pemanasan dengan oven.
2.
Kadar
ALB minyak ikan dan minyak ayam secara berturut sebesar 0,076% dan 0,032%,
sedangkan kadar ALB teoritis minyak ikan dan minyak ayam secara berturut
sebesar 1,13% dan 0,4%. Nilai ALB hasil praktikum lebih rendah dari ALB
teoritis yang artinya minyak yang dihasilkan bagus dan sesuai teori.
3.
Viskositas minyak ikan dan minyak ayam secara berturut adalah 18,44
Ns/m2 dan 33,33
Ns/m2.
4.
Laju pembentukan asam lemak bebas pada
minyak ikan dan minyak ayam
secaraberturut sebesar 0,001 gr/h dan 0,0045 gr/h.
5.
Densitas
minyak ikan dan minyak ayam secara berturut sebesar 0,927 gr/ml dan 0,923 gr/ml,
sedangkan densitas teoritis minyak ikan dan minyak ayam secara berturut sebesar
0,893 gr/ml dan 0,96 gr/ml.
5.2 Saran
Untuk
menghasilkan minyak ikan yang banyak, sebaiknya pada saat pengambilan limbah dipilih
bagian perut yang berwarna kuning. Selesai pengovenan sebaiknya jangan tunggu sampai dingin
karena minyak akan menghilang dan membeku. Selain itu, sebaiknya menggunakan sarung tangan dan masker pada
saat melaksanakan praktikum, karena lemaknya akan menempel ditangan dan bau
yang menyengat dari limbah ikan tersebut.
21
|
21
|
DAFTAR PUSTAKA
Ackman,
R.G. 1982. Fatty Acid Composition in Fish Oil. London: Academic
Press.
Alviona, 2013. Ekstraksi dan Karakteristik Minyak Ikan Patin yang Diberi Pakan
Pellet
Dicampur Probiotik. Jember. Universitas Jember Press.
Departemen
Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Diktorat Jendral POM-Depkes RI.
Estiasih,
T. 2009. Minyak Ikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ghufran,
M. 2010. Budi Daya Ikan Patin di Kolam Terpal. Yogyakarta. Lily
Publisher.
Harold,
1983. Teknik Ekstraksi dan Pemanfaatan
Minyak Ikan Untuk
Vol. 9 (1): 44-46.
Kamini. 2016. Ekstraksi Dry Rendering Dan Karakterisasi
Minyak Ikan Dari Lemak Jeroan Hasil Samping Pengolahan Salai Patin Siam. Masyarakat
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 3(19).
p: 200.
Ketaren,
S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta
: UI-Press.
Kottelat,
1993. Fish Oil and Plasma Lipids and
Lipoprotein Metabolism in
Human. a
critical review. J Lipid res.
Nazarudin,
dkk. 1992. Pengembangan Minyak Biji Karet di Indonesia. Surabaya:. Indonesian
Press.
Panagan,
A. T., Yohandini, H., dan Gultom, J. U. 2011. Analisa Kualitatif dan
Kuantitatif
Asam Lemak Tak jenuh Omega-3 dari Minyak Ikan Patin
(Pangasius pangasius) dengan Metoda
Kromatografi Gas. Jurnal
PenelitianSains, Vol. 14 (4): 38-40.
Rapl
J Fedessenden and Joan S Fedessenden. 1986. Organic
Chemistry Third Edition ,University Of Montana Wadsworth. Califfornia: Massacshuset,USA.
Susanto,
2002. Petunjuk Praktikum Kimia Organik Lanjut. Yogyakarta.
Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas Gajah Mada.
Winarno,
F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
No comments:
Post a Comment