Tuesday 10 July 2018

laporan praktikum kimia organik Ekstraksi Minyak “dari Limbah Ikan Patin dan Ayam”


BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Lemak dan minyak terdapat hampir pada semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda, ikan dan ayam merupakan salah satu jenis bahan pangan yang dapat dibudidayakan oleh manusia. Minyak ikan termasuk senyawa lipid yang bersifat tidak larut dalam air. Mengkonsumsi minyak ikan patin dapat mengatasi penyakit jantung, meningkatkan fungsi otak, menjaga kulit terlihat muda. Minyak ikan ini dibagi menjadi dua golongan, yaitu minyak hati ikan (fish liver oil) yang terutama dimanfaatkan sebagai sumber vitamin A dan D, dan golongan lainnya adalah  minyak tubuh ikan (fish body oil). Dari segi ekonomi, ikan patin termasuk ikan dengan harga jual yang tinggi di pasaran, sedangkan olahan dari minyak ikan patin belum banyak dikembangkan sehingga dapat menjadi peluang bisnis yang besar (Alviona, 2013).
Lemak ayam dicirikan dengan relatif tingginya kandungan kolesterol dan mengandung sedikit asam lemak tidak jenuh. Tingginya konsumsi daging dan produk olahan daging dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit pada sistem sirkulasi darah. Pada percobaan ini, pengambilan minyak ikan dari limbah ikan patin dan minyak ayam dari lemak ayam menggunakan metode ekstraksi yaitu suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Metode ekstraksi yang digunakan adalah dengan cara dry rendering (tanpa penambahan air) selama proses berlangsung (Ahira, 2009).
1.2     Tujuan
1.             Memahami proses ekstraksi miyak ikan dari limbah ikan dan miyak ayam dari limbah ayam
2.             Memahami cara menghitung rendemen minyak ikan dari limbah ikan dan minyak ayam dari limbah ayam
3.            
1
Memahami cara menentukan kadar asam lemak bebas, densitas, viskositas, serta laju pembentukan asam lemak bebas dalam minyak ikan dari limbah ikan dan minyak ayam dari limbah ayam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1     Bahan Baku
2.1.1  Minyak dari Lemak Ayam
Ayam merupakan salah satu ternak unggas yang sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat. Daging ayam merupakan bahan makanan bergizi tinggi yang mudah untuk didapat, rasanya enak, teksturnya empuk, baunya tidak terlalu amis serta harga yang terjangkau oleh semua kalangan masyarakat sehingga disukai banyak orang dan sering digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan makanan (Kottelat, 1993).
Tabel 2.1  Klasifikasi ilmiah ayam
Klasifikasi
Hasil klasifikasi
Kingdom
Phylum
Subphylum
Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
Animalia
Chordata
Vertebrata
Aves
Galliformes (Game Birds)
Phasianidae (Peasants)
Gallus
Gallus gallus
(Sumber: Kottelat, 1993).
Daging ayam yang biasa di konsumsi di Indonesia adalah ayam pedaging (broiler) dan ayam kampung. Setiap orang punya pilihannya masing-masing dengan alasan yang berbeda misalnya karena ayam broiler lebih cepat empuk daripada ayam kampung atau karena ayam kampung memiliki kandungan lemak yang lebih sedikit daripada ayam broiler (Panagan, 2011).
Berikut ini beberapa ciri-ciri daging ayam broiler :
1.             Ayam broiler mengandung air yang lebih banyak maka dala pengolahannya   ayam broiler lebih cepat matang dan lebih cepat empuk dalam pengolahannya.
2.            
2
Warna daging ayam broiler putih kemerahan.
3.             Kandungan lemak dalam ayam broiler lebih banyak terutama pada bagian bawah kulit dan ekor.
Berikut ini beberapa ciri-ciri daging ayam kampung :
1.             Daging ayam kampung mengandung sedikit air sehingga dagingnya lebih kesat dan garing.
2.             Warna daging ayam lebih gelap dan merah. Itu menandakan daging ayam kampung mengandung lebih banyak hemoglobin. Oleh karena itu, zat besi pada ayam kampung juga lebih banyak daripada ayam broiler.
3.             Kandungan lemak lebih sedikit dibandingkan dengan ayam broiler.
Dilihat dari kandungan gizinya, daging ayam broiler dan daging ayam kampung memiliki kandungan protein yang sama besar, sekitar 37gram/100gram bahan. Namun, perbedaan ada pada kandungan lemak yang pada ayam kampung hanya 9gram/100gram bahan sedangkan ayam broiler 15gram/100gram. Selain itu, energy yang dihasilkan dari 100 gram ayam kampung lebih rendah sekitar 246 kcal sedangkan yang dihasilkan ayam broiler sekitar 295 kcal (Harold, 1983).
Ayam broiler lebih mudah untuk diperoleh karena biasa dijual di supermarket dalam berbagai jenis antara lain ayam utuh atau fillet sedangkan ayam kampung biasanya dijual dipasar dalam keadaan hidup dan setelah dibeli baru ayam tersebut dipotong. Dari segi harga, ayam kampung cenderung lebih mahal dibandingkan dengan ayam broiler. Oleh karena itu, mayoritas orang menggunakan ayam broiler sedangkan ayam kampung hanya digunakan untuk membuat masakan tertentu saja. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ayam broiler karena lebih efisien dalam pengolahannya serta harga yang lebih terjangkau (Harold, 1983).








Tabel 2.2 Kandungan Gizi Pada 100 gram Ayam
Kandungan
Gizi Ayam
Energi
302 kkal
Protein
18,2 gr
Lemak
25 gr
Kalsium
14 mg
Fosfor
Zat Besi
200 mg
2 mg
Vitamin A
810 IU
Vitamin B1
0,08 mg
(Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia)
Mengkonsumsi daging ayam memang baik karena mengandung nilai gizi, mineral, dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Namun, mengkonsumsi ayam broiler terlalu sering dapat berakibat buruk bagi kesehatan. Ayam broiler mengandung suntikan hormon yang disuntikkan dibagian leher dan sayap ayam. Hormon tersebut dapat menumpuk didalam daging dan berguna mempercepat pertumbuhan ayam tersebut. Suntikan hormon tersebut berbahaya dan dapat memicu berbagai penyakit seperti kanker dan kista. Oleh karena itu, ayam broiler tidak boleh terlalu sering untuk dikonsumsi (Winarno, 1992 ).
2.1.2  Minyak dari Lemak Ikan
Minyak ikan adalah salah satu zat gizi yang mengandung asam lemak kaya manfaat karena mengandung sekitar 25% asam lemak jenuh dan 75% asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh ganda atau polyunsaturated  fatty acid yang disingkat PUFA, diantaranya DHA dan EPA dapat membantu proses tumbuh-kembangnya otak (kecerdasan), perkembangan indra penglihatan, dan sistem kekebalan tubuh bayi balita. Kandungan minyak di dalam ikan ditentukan beberapa faktor, yaitu jenis ikan, jenis kelamin, umur (tingkat kematangan), musim, siklus bertelur, letak geografis perairan dan jenis makanan yang dikonsumsi ikan tersebut. Asam lemak linolenat yang termasuk kedalam klas Omega-3, adalah asam lemak essensial yaitu asam lemak yang dibutuhkan tubuh dan mengandung ikatan rangkap yang tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia (Estiasih, 2009).
Minyak ikan telah lama digunakan dan dikenal luas di seluruh dunia. Di Skotlandia ekstraksi minyak ikan digunakan untuk membantu pertumbuhan tulang belakang dan perkembangan syaraf pusat. Di Inggris, Perancis, Jerman dan Belanda, minyak hati ikan Cod digunakan untuk menyembuhkan penyakit paru-paru, rematik dan penyakit tulang lainnya. Berbagai penyakit tersebut dapat disembuhkan karena minyak ikan mengandung PUFA khususnya omega-3. Asam lemak omega-3 yang paling banyak terdapat dalam minyak ikan adalah EPA, AA, DHA (Alviona, 2013).
Asam lemak ini dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti aterosklerosis (penyempitan dan pengerasan pembuluh darah), thrombosis mellitus , asma,  mencegah  proses penuaan dan conning. Kekurangan PUFA akan meningkatkan resiko terkena kanker, menurunkan kekebalan tubuh meningkatkan resiko thrombosis dan aterosklerosis, menurunkan HDL, menyebabkan oksidasi dinding pembuluh darah serta meningkatkan resiko terkena batu empedu. Tromboksan, prostaksilin dan leukotrien merupakan hormon eikosanoat yang mempunyai jumlah atom karbon 20 dan merupakan asam lemak omega-6 Eikosanoat diproduksi dari asam lemak diet, maka pencegahan penyakit yang bersifat jangka panjang diperoleh dengan pengaturan diet sehari-hari. Manfaat minyak ikan untuk kesehatan antara lain (Alviona, 2013):
Mencegah penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner umumnya disebabkan oleh aterosklerosis, dimana komponen darah yang berperan dalam pembentukan aterosklerosis adalah trigliserida dan kolesterol. Orang yang mengkonsumsi minyak ikan yang kaya akan asam lemak omega-3 memiliki kadar total kolesterol dan trigliserida darah yang lebih rendah (masing-masing 0,36 dan 1,2 mmol/L) dibandingkan dengan orang yang mengkonsumsi lemak sapi yang kaya akan asam lemak jenuh (masing-masing 0,87 dan 2,18 mmol/L) dan minyak kacang yang kaya akan asam lemak omega-6 (masing-masing 0,37 dan 2,20 mmol/L). Kolesterol dibuat oleh tubuh dari asam-asam lemak yang berasal dari diet. Bila konsumsi asam lemak jenuh berlebih, maka hati akan terus menimbun kolesterol yang akan ditimbun dalam tubuh dan diedarkan melalui darah. Substitusi asam lemak jenuh dengan PUFA, khususnya asam lemak omega-3 akan mengurangi kadar kolesterol darah. Tingkat kolesterol plasma darah orang sehat yang normal berkisar antara 200-250 mg/100ml darah atau 5,2-6,4 mmol/L darah (Alviona, 2013).
Mengobati kerontokan rambut di Jepang ditemukan bahwa DHA dapat menyembuhkan kerontokan rambut akibat kanker. DHA memberikan efek sinergis dengan obat anti kanker tipe alkil. Sistem kekebalan tubuh telah diketahui bahwa eiksanoid juga berperan dalam mempertahankan sifat kekebalan tubuh. Thrombosit  maupun limposit yang terbentuk dalam sumsum tulang berhubungan dengan eiksanoid sebagai fungsi pengatur. Hingga saat ini belum diketahui interaksi seluler antara eiksanoid dengan prekursor thrombosit atau limposit ini dalam pembentuk sifat kekebalan tubuh. Oleh karena itu eiksanoid berperan dalam sistem kekebalan tubuh, maka konsumsi asam lemak omega-3 berpengaruh terhadap sistem imunitas (Alviona, 2013).
Penyakit kanker beberapa studi epidermologi telah membahas adanya hubungan antara konsumsi lemak dengan penyakit kanker tertentu, seperti kanker payudara, kanker usus dan kanker kelenjar. Diduga komponen penyebab tumor dan kanker itu adalah asam-asam lemak tak jenuh omega-6. Penambahan 15% minyak jagung dalam diet tikus-tikus percobaan yang telah diinduksi dengan tumor dapat meningkatkan kecepatan pertumbuhan tumor tersebut. Diet dengan ikan “Menhaden” telah terbukti menurunkan induksi dan pertumbuhan tumor pada tikus-tikus percobaan. Hal ini diduga disebabkan oleh asam-asam lemak tak jenuh omega-3 yang berhubungan dengan modifikasi metabolisme prostaglandin (Alviona, 2013).
2.2     Ekstraksi
Ekstraksi minyak adalah salah satu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang mengandung minyak atau lemak. Prinsip dasar ekstraksi ialah pemisahan suatu zat berdasarkan perbandingan distribusi zat yang terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling melarutkan. Cara ekstraksi yang biasa dilakukan ada 3 cara yaitu rendering, pengepresan mekanis dan ekstraksi dengan pelarut. Ekstraksi dapat dibagi menjadi 3, yaitu: rendering, pengepresan mekanik, dan ekstraksi dengan pelarut (Rapl, 1986).


2.2.1   Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara rendering, penggunaan panas adalah sesuatu yang spesifik yang bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya. Menurut pengerjaannya rendering dibagi dengan dua cara, yaitu Rendering basah (wet rendering) dan Rendering kering (dry rendering) (Ketaren, 1986).
Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama berlangsungnya proses tersebut. Proses rendering basah digunakan untuk ikan-ikan berlemak tinggi dan dalam jumlah banyak. Langkah-langkah yang dilakukan terdiri dari pencincangan, pemasakan dengan uap, pengepresan dan pemisahan. Pengepresan menghasilkan 2 bagian yaitu bagian padatan (press cake) dan cairan (press liquor). Padatan dipakai sebagai bahan pembuatan tepung ikan. Sedangkan cairan merupakan minyak Ikan. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau tertutup dengan mengunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan uap (40-60 psi). Pengaturan temperatur rendah dalam proses wet rendering  dilakukankan jika di inginkan flavor netral dari minyak atau lemak (Ketaren, 1986).
   Bahan yang di ektraksi di tempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan alat pengaduk. Kemudian air ditambahkan dan campuran tersebut dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 50oC sambil diaduk. Minyak yang diektraksi alan naik ke atas dan kemudian dipisahkan. Peralatan yang dipergunakan adalah autoclave atau digester. Air dan bahan yang diektraksi dimasukkan ke dalam digester dengan tekanan uap air sekitar 40 sampai 60 pound selama 4-6 jam (Ketaren, 1986).
   Dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan dilengkapi dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator). Bahan yang diperkirakan mengandung minyak atau lemak dimasukkan ke dalam ketel tanpa penambahan air, bahan tadi dipanaskan sambil diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 2200F sampai 2300F (105oC-1100C). Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah mengendap dan pengambilan minyak dilakukan di bagian atas ketel (Kamini, 2016).
2.2.2. Pengepresan Mekanik
Pengepresan mekanik merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70%). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering atau pemasakan. Dua cara yang umum dalam pengepresan mekanis, yaitu pengepresan hidrolik (hydraulic pressing) dan pengepresan berulir (expeller pressing) (Ketaren, 1986).
Pada cara hydraulic pressing bahan dipres dengan tekanan sekitar 2000 pound/inch2 (140,6 kg/cm2 = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diektraksi tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan, serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi sekitar 4-6% tergantung dari lamanya bungkil ditekan di bawah tekanan hidraulik (Ketaren, 1986).
Cara expeller pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses pemasakan. Proses pemasakan berlangsung pada temperatur 240oF(115,5oC) dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch2. Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar sekitar 2,5-3,5% sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak sekitar 4-5% (Ketaren, 1986).
2.2.3. Ekstraksi dengan Pelarut
Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1% atau lebih rendah, dan mutu minyak kasar yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil dengan expeller pressing, karena sebagai fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam proses ektraksi dengan pelarut yang mudah menguap seperti petroleum eter, gasolin karbon disulfida, karbon tetraklorida, benzena dan n-heksan. Perlu diperhatikan bahwa jumlah pelarut menguap atau hilang tidak boleh lebih dari 5%. Bila lebih, seluruh sistem solvent extraction perlu diteliti lagi (Susanto, 2002).
Cara ekstraksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut dan digunakan untuk bahan yang kandungan minyaknya rendah. Lemak dalam bahan dilarutkan dengan pelarut. Tetapi cara ini kurang efektif, karena pelarut mahan dan lemak yang diperoleh harus dipisahkan dari pelarutnya dengan cara diuapkan. Sleain itu, ampasnya harus dipisahkan dari pelarut yang tertahan, sebelum dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak. Ada tiga metode ekstraksi pelarut yaitu maserasi, perkolasi, dan sokletasi (Ketaren, 1986).
Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dengan pelarut yang cocok untuk senyawa yang akan dicari dan dilakukan berulang-ulang hingga senyawa tersebut habis dari sampel yang ditandai dengan warna pelarut yang berubah menjadi bening setelah perendaman. Maserasi berasal dari bahasa latin Macerace berarti mengairi dan melunakkan. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungnan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk saat penghalusan ekstraksi (difusi) bahan kandungan sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk ke dalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir (Ketaren, 1986).
Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya ini menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat didalam cairan. Sedangkan keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Ketaren, 1986).
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurnya (Exhaustiva extraction) yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan. Prinsip perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk sample sisa pada suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Proses terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI, 2000).
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalau baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi yang dilakukan menggunakan metoda sokletasi, yakni sejenis ekstraksi dengan pelarut organik yang dilakukan secara berulang- ulang dan menjaga jumlah pelarut relatif konstan, dengan menggunakan alat soklet. Minyak nabati merupakan suatu senyawa trigliserida dengan rantai karbon jenuh maupun tidak jenuh. Minyak nabati umumnya larut baik dalam pelarut organik, seperti benzen dan heksan. Untuk mendapatkan minyak nabati dari bagian tumbuhan dapat dilakukan metode sokletasi dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Nazarudin, 1992).
Proses sokletasi digunakan untuk ekstraksi lanjutan dari suatu senyawa dari material atau bahan padat dengan pelarut panas. Alat yang digunakan adalah labu didih, ekstraktor dan kondensor. Sampel dalam sokletasi perlu dikeringkan sebelum disokletasi. Tujuan dilakukannya pengeringan adalah untuk mengilangkan kandungan air yang terdapat dalam sample sedangkan dihaluskan adalah untuk mempermudah senyawa terlarut dalam pelarut. Di dalam sokletasi digunakan pelarut yang mudah menguap. Pelarut itu bergantung pada tingkatannya, polar atau non polar (Nazarudin, 1992).
2.3        Produk
2.3.1   Lemak dan Minyak
Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair. Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan ganda dua karbon juga berpengaruh. Trigliserida yang kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah lemak. Semua jenis lemak tersusun dari asam asam lemak yang terikat oleh gliserol. Sifat dari lemak tergantung dari jenis asam lemak yang terikat dengan senyawa gliserol (Ackman, 1982).
Asam-asam lemak yang berbeda disusun oleh jumlah atom karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom karbon, yang juga terikat oleh dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang berselang-seling. Asam lemak dengan rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap gaya tarik menarik intermolekul, (dalam hal ini yaitu gaya Van der waals) sehingga titik leburnya juga akan naik. Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Trigliserida termasuk lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam tubuh manusia (Estiasih, 2009).
Berikut ini adalah persamaan umum pembentukan trigliserida. Keragaman jenis trigliserida bersumber dari kedudukan dan jati diri asam lemak. Trigliserida sederhana adalah triester yang terbuat dari gliserol dan tiga molekul asam lemak yang sama. Contohnya, dari gliserol dan tiga molekul asam stearat akan diperoleh trigliserida sederhana yang disebut gliseril tristearat atau tristearin. Trigliserida sederhana jarang ditemukan. Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda. Lemak hewan dan minyak nabati merupakan campuran beberapa trigliserida. Asam-asam lemak yang menyusun lemak juga dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon (Estiasih, 2009).
Berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon, maka asam lemak dapat dibedakan menjadi dua yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.
1.       Asam lemak jenuh
Asam lemak jenuh merupakan asam lemak dimana dua atom hidrogen terikat pada satu atom karbon. Dikatakan jenuh karena atom karbon telah mengikat hidrogen secara maksimal.
2.       Asam lemak tak jenuh
Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap. Dalam hal ini, atom karbon belum mengikat atom hidrogen secara maksimal karena adanya ikatan rangkap. Lemak yang mengandung satu saja asam lemak tak jenuh disebut lemah jenuh. Asam lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh berbeda dalam energi yang dikandungnya dan titik leburnya. Karena asam lemak tak jenuh mengandung ikatan carbon-hidrogen yang lebih sedikit dibandingkan dengan asam lemak jenuh pada jumlah atom karbon yang sama, asam lemak tak jenuh memiliki energi yang lebih sedikit selama proses metabolisme daripada asam lemak jenuh pada keadaan dimana jumlah atom karbon sama (Ghufran,  2010).
Asam lemak jenuh dapat tersusun dalam susunan yang rapat, sehingga asam lemak jenuh dapat dibekukan dengan mudah dan berwujud padatan pada temperatur ruangan. Tetapi ikatan rangkap yang kaku dalam lemak tak jenuh mengubah kimia dari lemak. Terdapat dua cara ikatan ini disusun yaitu isomer dengan kedua bagian dari rantai pada sisi yang sama dan isomer dengan rantai yang berlawanan pada ikatan ganda (Ghufran, 2010).
a.         Isomer dengan kedua bagian dari rantai pada sisi yang sama (cis; hanya terdapat pada lemak alami). Isomer cis mencegah lemak dari penumpukan seperti halnya yang terjadi pada ikatan jenuh. Hal ini menurunkan gaya intermolekul diantara molekul lemak, sehingga menyebabkan lemak cis tak tejuh lebih sulit untuk membeku. Lemak cis tak jenuh biasanya merupakan cairan pada temperatur ruangan.
a.                   Isomer dengan rantai yang berlawanan pada ikatan ganda isomer trans, biasanya merupakan produk dari hidrogenasi parsial dari lemak tak jenuh alami (Ghufran, 2010).
2.3.2    Asam Lemak
Asam lemak merupakan asam organik berantai panjang yang mempunyai atom karbon 4-24, memiliki gugus karboksil tunggal, dan ujung hidrokarbon nonpolar yang panjang sehingga menyebabkan hampir semua lipid bersifat tidak larut dalam air. Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid) dan asam lemak tak jenuh (Unsaturated Fatty Acid) (Susanto, 2002).
Asam lemak jenuh memiliki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan asam lemak tak jenuh sehingga menjadi dasar dalam menentukan sifat fisik lemak dan minyak. Lemak tersusun oleh asam lemak tak jenuh sehingga lemak akan berbentuk padat pada suhu kamar. Minyak tersusun oleh asam lemak jenuh sehingga minyak akan berbentuk cair pada suhu kamar (Ketaren, 1985).
Asam lemak jenuh memiliki rantai karbon yang tidak ada ikatan rangkap, sedangkan asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap. Asam lemak tak jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut sebagai asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid), sedangkan asam lemak yang memiliki dua atau lebih ikatan rangkap disebut sebagai asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid). Semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak jumlah ikatan ragkapnya, maka semakin besar pula kecenderungan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Ketaren, 1985).
Beberapa contoh asam lemak yang terdapat didalam minyak dan lemak dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 2.3. Asam Lemak Jenuh
Jenis Asam
Rumus Molekul
Sumber/Asal

Asetat
CH3COOH
Minyak pohin spindle

Laurat
CH3(CH2)9 COOH
Susu, minyak laural, minyak inti sawit, minyak kelapa

Palmitat
CH3(CH2)14 COOH
Sebagian besar lemak hewani dan nabati

Stearat
CH3(CH2)16 COOH
Idem

Lignoserat
CH3(CH2)22 COOH
Minyak kacang, sphingomyelin, minyak kacang tanah

(Sumber: Ketaren, 1985).








Tabel 2.4. Asam Lemak Tak Jenuh
Jenis Asam
Rumus Molekul
Sumber/Asal

Oleat
CH3(CH2)7= CH(CH2)7COOH
Di sebagian besar lemak dan minyak

Erukat
CH3(CH2)7= CH(CH2)11COOH
Minyak rape seed, mustard, minyak hati ikan hiu

Linoleat
CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH
Minyak biji kapas, biji lin, biji poppy

Linolenat
CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH
Minyak perilla, biji lin

(Sumber: Ketaren, 1985).
2.3.3  Asam Lemak Bebas (ALB )
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi hidrolisa minyak adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk. Asam lemak bebas dalam kosentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak (Kottelat, 1993).
Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi, dan hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar lebih besar dari berat lemak akan mengakibatkan rasa yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh. Timbulnya racun dalam minyak yang dipanaskan telah banyak dipelajari. Bila lemak tersebut diberikan pada ternak atau diinjeksikan kedalam darah, akan timbul gejala diare, kelambatan pertumbuhan, pembesaran organ, kanker, kontrol tak sempurna pada pusat saraf dan memperrsingkat umur (Kottelat, 1993).

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1       Bahan – Bahan yang Digunakan
1.                  Limbah ikan patin
2.                  Limbah ayam
3.                  Natrium Sulfat Anhidrat
4.                  NaOH yang telah distandarisasi
5.                  Phenolptalein/ metil orange
6.                  Alkohol (etanol)
7.                  Vaseline
8.                  Air
3.2       Alat – Alat yang Digunakan
1.                  Alat pengukus
2.                  Oven
3.                  Alat pengepres
4.                  Corong pisah
5.                  Buret
6.                  Pipet tetes
7.                  Erlenmeyer
8.                  Gelas kimia
9.                  Corong
10.              Botol aqua
11.              Statif
12.              Sarung tangan
13.              Penangas air
3.3       Prosedur Praktikum
3.3.1    Dry Rendering
1.                  Limbah ikan yang telah dicuci dikeringkan dan ditimbang
2.                  Limbah ikan lainnya dioven, selama 4 jam
3.                  Limbah ikan dipress untuk mengeluarkan minyak
4.                 
15
Ambil minyak yang dihasilkan
5.                  Hasil minyak dimasukkan kecorong pisah, kemudian ditambahkan natrium sulfat      anhidrat
6.                  Timbang minyak yang diperoleh
7.                  Hitung rendemen yang dihasilkan
Rendemen =
3.3.2    Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas
1.                  NaOH dimasukka kedalam buret
2.                  Minyak ikan dan  minyak ayam sebanyak 20 ml dimasukkan kedalam Erlenmeyer
3.                  Alkohol sebanyak 20 ml dimasukkan kedalam Erlenmeyer sebagai pelarut
4.                  Campuran dipanaskan didalam water batch  selama 5 menit
5.                  Fenol ftalein dimasukkan kedalam Erlenmeyer sebanyak 3 tetes
6.                  Sampel dititrasi dengan NaOH
7.                  Titik akhir titrasi dicatat dan ditentukan asam lemak bebas yang didapat

3.3.3    Uji Densitas Minyak
1.                  Ditimbang piknometer kosong
2.                  Diisi piknmeter dengan sampel hingga penuh
3.                  Piknometer yang telah diisi ditimbang

3.3.4    Uji Viskositas Minyak
1.                  Minyak dimasukkan sebanyak 10 ml kedalam viskometer
2.                  Minyak disedot sampai batas yang telah ditentukan
3.                  Sampai batas yang telah ditentukan ditutup dengan jari
4.                  Lepas jari dan  hitung waktu yang dibutuhkan minyak untuk sampai ke batas garis viskometer
5.                  Hitung viskositas minyak yang didapat
minyak                           = 
3.3.5    Perhitungan laju pembentukan asam lemak bebas
1.                  Minyak yang didapat dari percobaan ditimbang
2.                  Diamkan dan dihitung waktu  pengihatan
3.                  Setelah 1 hari, minyak ditimbang
4.                  Tentukan laju pembentukan asam  lemak bebas
V ALB  =  
3.4     Rangkaian Alat

2
4
1
3
Keterangan :
1. Statif
2. Klem
3. Buret
4. Erlenmeyer
Gambar 3.1 Alat Titrasi
Gambar 3.2 Corong Pemisah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1     Hasil Praktikum
Percobaan ekstraksi dilakukan dengan menggunakan variabel bahan yaitu limbah ikan patin dan limbah ayam. Kedua bahan diekstraksi dengan menggunakan proses dry rendering dan dilakukan pengujian pada masing-masing bahan sehingga didapatkan karakterisasi masing-masing minyak.
Tabel 4.1 Hasil Praktikum
Karakterisasi
Minyak Ikan
Minyak Ayam
Berat limbah
300 gr
300 gr
Berat minyak
74,67 gr
124,62 gr
Densitas
0,927 gr/ml
0,923 gr/ml
Viskositas
18,44 Ns/m2
33,33 Ns/m2
Volume NaOH yang digunakan
2 ml
1,4 ml
Kandungan ALB
0,076%
0,032%
Rendemen
24,89%
41,54%
Laju pembentukan ALB
0,001 gr/h
0,0045 gr/h
4.2     Pembahasan
18
Pada percobaan ini, ekstraksi dilakukan pada dua bahan berbeda yaitu limbah ikan patin dan limbah ayam. untuk mendapatkan minyak dari limbah dilakukan dengan metode ekstraksi rendering, dimana metode ekstraksi rendering yang digunakan adalah dry rendering. Dry rendering adalah proses rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung (Ketaren, 1986). Limbah yang akan diekstraksi dicuci terlebih dahulu lalu dikeringkan. Kemudian Limbah dipanaskan di dalam oven selama 4 jam dengan suhu dijaga konstan yaitu 105 oC. Proses pemanasan bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya. Peras bahan limbah yang telah dipanaskan agar mengeluarkan minyak atau lemak yang masih terdapat di dalam limbah ikan patin.
Minyak yang dihasilkan dari pemanasan dengan menggunakan oven dimasukkan ke dalam corong pemisah karena mengandung air sehingga minyak harus dipisahkan. Kemudian minyak pada corong pemisah ditambahkan dengan natrium sulfat anhidrat untuk mengikat kandungan air yang terdapat didalam minyak. Setelah penambahan natrium sulfat anhidrat terbentuk dua lapisan, lapisan bawah adalah larutan larutan Na2SO4, residu dan lemak, sedangkan lapisan atas adalah minyak. Minyak berada diatas karena densitas minyak lebih kecil dibandingkan zat pada lapisan bawah. Reaksi yang terjadi adalah :
H2O + Na2SO4 → Na2SO4.H2O...............................................(1)
Setelah dipisahkan dengan corong pemisah, didapatkan minyak ikan patin dengan rendemen 24,89%, lebih sedikit dari rendemen teoritisnya yaitu 72-76% dengan pemanasan menggunakan suhu 70-80 oC (Kamini, 2016). Minyak ikan yang dihasilkan memiliki nilai rendemen yang jauh berbeda dibandingkan nilai rendemen teoritis. Hal ini dikarenakan dinding sel pada lemak ikan tidak pecah ketika dilakukan pemanasan dengan oven, sehingga minyak yang terdapat dalam lemak ikan hanya sedikit yang dapat keluar menembus dinding sel. Sedikitnya minyak yang dihasilkan juga karena masih adanya komponen lain seperti hati atau jeoran pada lemak sehingga mengurangi nilai rendemen. Rendemen minyak ayam yang didapat sebesar 41,54%, mendekati nilai rendemen teoritisnya yaitu 44,38% (Cecep, 2015). Nilai rendemen minyak ayam hasil praktikum mendekati nilai rendemen teoritis yang artinya minyak yang dihasilkan bagus dan sesuai teori.
Untuk mendapatkan kadar asam lemak bebas pada minyak dilakukan titrasi menggunakan larutan NaOH. Minyak yang akan dititrasi dimasukkan kedalam labu erlemeyer sebanyak 20 ml kemudian ditambahkan 20 ml etanol sebagai pelarut. Panaskan campuran minyak dan etanol agar homogen. Setelah dipanaskan, tambahkan 3 tetes phenolptalein sebagai indikator. Lakukan titrasi hingga larutan berubah menjadi warna merah muda. Kandungan ALB minyak ikan sebesar 0,076%, lebih rendah dari standar IOFS yaitu <1,13%. Rendahnya kadar ALB karena komposisi minyak ikan patin tertinggi adalah asam oleat yang merupakan asam lemak jenuh dengan ikatan tunggal sehingga stabil (Kamini, 2016). Asam oleat tidak akan mengalami kerusakan hingga suhu 200 oC. Kandungan ALB minyak ayam sebesar 0,032%, sedangkan kandungan ALB teoritisnya adalah 0,4% (Cecep, 2015). Nilai ALB hasil praktikum lebih rendah dari ALB teoritis yang artinya minyak yang dihasilkan bagus dan sesuai teori.
Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan viscometer. Minyak dimasukkan kedalam viskometer sebanyak 10 ml kemudian dihitung laju penurunan minyak dalam viskometer. Viskositas minyak ikan sebesar 18,44 Ns/m2 sedangkan viskositas minyak ayam sebesar 33,33 Ns/m2.
Uji densitas dilakukan dengan menggunakan piknometer. Piknometer yang akan digunakan dipanaskan dengan oven terlebih dahulu agar kadar airnya berkurang. Timbang piknometer hingga konstan sebagai massa awal piknometer. Kemudian masukkan minyak kedalam piknometer lalu tutup piknometer. Bersihkan minyak yang tumpah pada piknometer, kemudian ditimbang. Massa jenis minyak ikan yang didapatkan adalah 0,927 g/ml dan densitas teoritisnya sebesar 0,893 gr/ml (Ari, 2016), nilai densitas teori dan hasil praktikum tidak jauh berbeda yang artinya minyak yang dihasilkan memiliki densitas yang sesuai dengan teori. Massa jenis minyak ayam adalah 0,923 gr/ml, hasil ini tidak jauh berbeda dengan densitas teoritis minyak ayam yaitu 0,96 gr/ml (Cecep, 2015).
Untuk mengukur laju pembentukan asam lemak bebas, timbang massa awal minyak. Setelah diukur laju awal minyak, diamkan minyak selama 20 jam. Setelah didiamkan, timbang kembali minyak untuk mendapatkan massa akhirnya. Laju pembentukan asam lemak bebas pada minyak ikan sebesar 0,001 gr/h dan laju pembentukan asam lemak bebas pada minyak ayam adalah 0,0045 gr/h. Nilai laju pembentukan sangatlah kecil yang artinya sangat sedikit asam lemak bebas yang terbentuk tiap satuan jam sehingga minyak ikan dan ayam bisa disimpan untuk jangka waktu yang panjang.









BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1         Kesimpulan
1.             Rendemen minyak ikan dan minyak ayam yang didapatkan secara berturut sebesar 24,89% dan 41,54%, sedangkan rendemen teoritisnya minyak ikan dan minyak ayam secara berturut adalah lebih 72-76% dan  44,38%. Hal ini dikarenakan dinding sel pada lemak ikan tidak pecah ketika dilakukan pemanasan dengan oven.
2.             Kadar ALB minyak ikan dan minyak ayam secara berturut sebesar 0,076% dan 0,032%, sedangkan kadar ALB teoritis minyak ikan dan minyak ayam secara berturut sebesar 1,13% dan  0,4%. Nilai ALB hasil praktikum lebih rendah dari ALB teoritis yang artinya minyak yang dihasilkan bagus dan sesuai teori.
3.              Viskositas minyak ikan dan minyak ayam secara berturut adalah 18,44 Ns/m2 dan 33,33 Ns/m2.
4.             Laju pembentukan asam lemak bebas pada minyak ikan dan minyak ayam secaraberturut sebesar 0,001 gr/h dan 0,0045 gr/h.
5.             Densitas minyak ikan dan minyak ayam secara berturut sebesar 0,927 gr/ml dan 0,923 gr/ml, sedangkan densitas teoritis minyak ikan dan minyak ayam secara berturut sebesar 0,893 gr/ml dan 0,96 gr/ml.

5.2     Saran
Untuk menghasilkan minyak ikan yang banyak, sebaiknya pada saat pengambilan limbah dipilih bagian perut yang berwarna kuning. Selesai pengovenan sebaiknya jangan tunggu sampai dingin karena minyak akan menghilang dan membeku. Selain itu, sebaiknya menggunakan sarung tangan dan masker pada saat melaksanakan praktikum, karena lemaknya akan menempel ditangan dan bau yang menyengat dari limbah ikan tersebut.


21
21

 

DAFTAR PUSTAKA
Ackman, R.G. 1982. Fatty Acid Composition in Fish Oil. London: Academic
Press.
Alviona, 2013. Ekstraksi dan Karakteristik Minyak Ikan Patin yang Diberi Pakan
Pellet Dicampur Probiotik. Jember. Universitas Jember Press.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Diktorat Jendral POM-Depkes RI.
Estiasih, T. 2009. Minyak Ikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ghufran, M. 2010. Budi Daya Ikan Patin di Kolam Terpal. Yogyakarta. Lily
Publisher.
Harold, 1983. Teknik Ekstraksi dan Pemanfaatan Minyak Ikan Untuk
Kesehatan. Jurnal Ulasan Ilmiah (Buletin Teknologi dan Industri Pangan),
Vol. 9 (1): 44-46.
Kamini. 2016. Ekstraksi Dry Rendering Dan Karakterisasi Minyak Ikan Dari Lemak Jeroan Hasil Samping Pengolahan Salai Patin Siam. Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 3(19). p: 200.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta : UI-Press.
Kottelat, 1993. Fish Oil and Plasma Lipids and Lipoprotein Metabolism in
Human. a critical review. J Lipid res.
Nazarudin, dkk. 1992. Pengembangan Minyak Biji Karet di Indonesia. Surabaya:. Indonesian Press.
Panagan, A. T., Yohandini, H., dan Gultom, J. U. 2011. Analisa Kualitatif dan
Kuantitatif Asam Lemak Tak jenuh Omega-3 dari Minyak Ikan Patin
(Pangasius pangasius) dengan Metoda Kromatografi Gas. Jurnal PenelitianSains, Vol. 14 (4): 38-40.
Rapl J Fedessenden and Joan S Fedessenden. 1986. Organic Chemistry Third Edition ,University Of Montana Wadsworth. Califfornia:  Massacshuset,USA.
Susanto, 2002. Petunjuk Praktikum Kimia Organik Lanjut. Yogyakarta.
Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas Gajah Mada.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

No comments:

Post a Comment